Advokatnews|Aceh Selatan– Aktivitas bongkar muat di pelabuhan Tapaktuan diduga tidak memiliki surat keagenan resmi, hal itu diketahui berdasarkan investigasi sejumlah wartawan dan LSM di pelabuhan Tapaktuan beberapa hari lalu.
Dalam investigasi tersebut diketahui dari keterangan salah satu pegawai Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) pelabuhan bongkar muat Tapaktuan, bahwa memang selama ini pihak nakhoda berurusan langsung dengan kepala syahbandar, terkait keagenannya ia mengaku tidak paham, dan menyarankan tim investigasi untuk menanyakan langsung kepada salah seorang pegawai lainnya atas nama Amin Hasibuan.
Sementara itu, menurut keterangan Amin Hasibuan, terkait tidak adanya surat keagenan kapal resmi karena di Aceh Selatan tidak ada perusahaan keagenan kapal di Aceh Selatan.
“Memang betul selama ini kami tidak ada (Surat Keagenan Kapal Resmi),kami mengakuinya, itu karena di Aceh Selatan tidak ada perusahaan keagenan kapal atau cabang perusahaan, jika adapun perusahaan keagenan kapal yang bukan wilayah kabupaten Aceh itu tidak bisa di pakai di sini karena harus ada buka cabang,” ucap Amin di kantor KPLP Tapaktuan, Selasa (25/8/2020) kemaren.
Sementara itu saat tim investigasi wartawan mempertanyakan regulasi tentang tidak diperbolehkan agen resmi luar Aceh Selatan beroperasi sebagai agen resmi perkapalan di Aceh Selatan Amin Hasibuan tidak dapat menjelaskannya.
Dari hasil investigasi tersebut, Aktifis Aceh Selatan, Rian Tomingse menduga ada pihak yang sengaja melakukan upaya untuk mencari keuntungan pribadi atas aktivitas bongkar muat di pelabuhan Tapaktuan.
“Ini dapat kita duga dan mengarah kepada upaya untuk mengelabui pihak pemerintah Aceh Selatan, yang tentunya dapat merugikan daerah serta negara,” duganya.
Tomingse mengatakan, dalam peraturan menteri perhubungan republik Indonesia, nomor 65 tahun 2019 tentang penyelenggaraan keagenan kapal pada pasal 9 dijelaskan ;
(1) Kegiatan keagenan kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b yang dioperasikan oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional hanya dapat diageni oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional atau perusahaan nasional keagenan kapal.
(2) Dalam hal tidak terdapat Perusahaan Angkutan Laut Nasional atau perusahaan nasional keagenan kapal di suatu Pelabuhan, Perusahaan Angkutan Laut Nasional dapat menunjuk perusahaan pelayaran rakyat sebagai sub agen.
(3) Dalam hal suatu Pelabuhan atau Terminal Khusus tidak terdapat perusahaan pelayaran rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Nakhoda kapal dapat menghubungi instansi yang terkait untuk menyelesaikan segala urusan dan kepentingan kapalnya selama berada di Pelabuhan atau Terminal Khusus.
“Nah dalam hal ini kami menduga KPLP Tapaktuan hanya memperhatikan poin 3 dari pasal 9 (sembilan) tersebut,” tudingnya.
Atas dasar hal itu, Tomingse menduga pihak syahandar ingin mengecoh negara dan kabupaten Aceh Selatan, sehingga hal ini dapat merugikan daerah sebab aktivitas bongkar muat barang di pelabuhan Tapaktuan diduga tidak menunjang PAD kabupaten.
“Kami meminta DPRK Aceh Selatan serta Bupati Aceh Selatan dan pihak terkait lainnya dapat menertibkan praktik yang disinyalir telah merugikan daerah tersebut,” tegasnya.
Hal ini menurutnya penting dilakukan ditengah situasi Pandemi Covid-19 di Aceh Selatan dalam rangka meningkatkan PAD kabupaten Aceh Selatan, perusahaan keagenan kapal menurutnya dapat digandeng baik yang ada di provinsi Aceh ataupun kabupaten lainnya. “Perlu kita pahami bahwa perusahaan keagenan kapal itu bersifat layaknya kontraktor perusahaan, dapat dipakai walaupun dari pelabuhan Batam,” pungkasnya.(Zulfan)