Advokatnews,Sampit|Kalimantan Tengah – Bupati Kotawaringin timur (Kotim), Kalimantan Tengah (Kalteng), H. Supian Hadi, S.Ikom, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka pada hari Rabu tadi terkait penyidikan kasus korupsi penyalahgunaan wewenang dalam pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) diwilayah Kotim tahun 2010-2012 kepada PT. Fajar Mentaya Abadi (PT.FMA), PT. Billy Indonesia (PT. BI), dan PT. Aries Iron Mining (PT. AIM). Akibat penyalahgunaan wewenang tersebut negara dirugikan sebesar Rp5,8 Triliyun. dan 711Ribu Dolar AS. Kerugian itu dihitung dari eksplorasi hasil pertambangan Bauksit, kerusakan lingkungan, dan kerugian kehutanan akibat produksi serta kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT Fajar Mentaya Abadi (PT.FMA), PT Billy Indonesia (PT.BI), dan PT Aries Iron Mining (PT.AIM).
“Yang bersangkutan dipanggil sebagai tersangka,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi wartawan digedung KPK Jakarta. Bupati Kotim, H. Supian Hadi, S.Ikom. telah ditetapkan sebagai tersangka pada awal Februari 2019, namun KPK pada waktu nitu terkesan tidak berani menahan kader dari PDIP besutan Megawati tersebut. Dalam kasus ini, diduga tersangka Supian Hadi menerbitkan Surat Keputusan Izin Usaha Pertambangahn (IUP), Operasi Produksi seluas 1.671 hektare kepada PT Fajar Mentaya Abadi (PT.FMA) yang berada di kawasan hutan produksi. Padahal, H. Supian Hadi sudah mengetahui bahwa PT FMA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, seperti izin lingkungan /AMDAL dan persyaratan lainnya yang belum lengkap. Tindak pidana korupsi itu diduga berawal saat Supian Hadi terpilih sebagai Bupati Kotim untuk pertama kalinya periode 2010-2015.
Selain diduga merugikan negara sebesar Rp5,8 Triliyun, Supian Hadi juga ada menerima mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp710 juta, mobil Hummer H3 senilai Rp1,35 miliar, dan uang Rp500 juta dari penerbitan izin tersebut. Kini Bupati Kotim dua priode tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kabag Hukum Setda Kotim, Kalteng, Nino Andria Yudianto, SH, ketika dikonfirmasi wartawan di Sampit, membenarkan kedatangan penyidik KPK ke kantornya pada hari Jum’at lalu. KPK datang mengklarifikasi dokumen dugaan penyalahgunaan wewenang pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT.FMA, PT.AIM dan PT. BI.
Kepala Bappeda Kotim, Rahmadansyah, ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa penyidik dari KPK datang ke Kantornya meminta data atau mengkonfirmasi kewenangan Bappeda Kotim sebagai tim koordinasi penataan ruang daerah. Namun dijelaskan oleh Rahmadansyah bahwa sejak tahun 2017 kewenangan itu tidak lagi ada di instansi yang dipimpinnya. Karena berdasarkan PP 18 Tahun 2016 kewenangan Tata Ruang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR ).
Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) Kotim, Drs.H.Sanggul Lumban Gaol, ketika dikonfirmasi oleh awak media juga membenarkan kedatangan empat penyidik lembaga antirasuah itu ke kantornya, pada hari Jum’at untuk meminta data lingkungan hidup yang menyangkut keberadaan PT.FMA, PT. AIM dan PT.BI soal AMDAL.
Sebelumnya humas Kesahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas Tiga Sampit, Oktav Sukma Burnama membenarkan kedatangan penyidik KPK ke kantornya Jum’at lalu. Mereka meminta data pengapalan tambang Bauksit PT.FMA dan PT. BI sejak tahun 2011 sampai tahun 2014.
Kasus mega korupsi ini mencuat sekitar Tahun 2014 lalu. Ketika itu dikota sampit kedatangan beberapa orang dari KPK yang berkunjung ke Dinas Pertambangan dan Energi Kotim serta ke Pemkab Kotim untuk pengumpulan data dan meminta keterangan, sehubungan laporan dari masyarakat soal adanya pemberian izin tambang yang menyalahi aturan diwilayah Kotim, Kalteng.
Ketika itu Ketua DPRD Kotim, H. Jhon Krisli, SE mengatakan, terdapat 42 perizinan tambang terindikasi ilegal berada diwilayah Kotim. Karena pemberian izin tersebut diduga melanggar UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara. Seharusnya izin tersebut diberikan dengan mekanisme sistem lelang.Tetapi oleh Bupati Kotim, H.Supian Hadi, S.Ikom peraturan tersebut diabaikan begitu saja. Konpensasinya, orang-orang terdekat Supian Hadi diikutkan dalam menjalankan roda usaha perusahaan tersebut. Dalam waktu kurang dari satu tahun, akhirnya orang-orang dekat Supian Hadi itu jadi kaya raya dan ketika Supian Hadi dijadikan tersangka, teman-teman dekat atau orang-orang kepercayaan Supian Hadi itu tiarap atau bersembunyi semuanya untuk mengamankan harta yang sudah dimiliki mereka.
Sebelum KPK menetapkan supian Hadi jadi tersangka, Penggeledahan terkait kasus ini juga sudah dilakukan dirumah jabatan Bupati Kotim dijalan Jendral A.Yani Sampit. Dirumah pribadi H.Supian Hadi dijalan Caman Sampit dan, di rumah Bupati Lingga, Alias Wello di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau pada November 2019. Dalam penggeledahan dirumah Bupati Kotim tersebut KPK menyita mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp710 juta, mobil Hummer H3 senilai Rp1,35 miliar, dan uang Rp500 juta dan dokumen lainnya. Ketika KPK menggeledah rumah pribadi Supian Hadi orang-orang kepercayaan Bupati Kotim itu melarikan diri semuanya. (Riduan / Fajar Al Akbar).