Sungailiat, Advokatnews.com — PENGADILAN Negeri Sungailiat menggelar sidang Pemeriksaan Setempat (Descente) dalam perkara perdata Nomor 11/Pdt.G/2025/PN Sgl yang diajukan oleh Sonilyus Tjen alias Afat, Selasa (22/7/2025).
Gugatan ini diajukan melalui kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yusuf terkait dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh dua pengusaha tambang, Susen Hadiwijaya dan Rudy Salim.
Sidang berlangsung di Jl. Pattimura Dalam, Desa Rebo, Sungailiat, lokasi di mana tanah seluas 844 meter persegi milik penggugat diduga telah rusak akibat aktivitas tambang yang dilakukan para tergugat. Turut hadir dalam sidang, tim kuasa hukum penggugat Andi Carson, S.H., M.H., Wandra Saputra, S.H., dan Fakhri Wildan Yusuf, S.H., serta kuasa hukum tergugat Andi Kusuma dan rekan.
“Tanah klien kami bukan hanya hilang, tapi seluruh kehidupan yang bergantung padanya juga lenyap. Aktivitas pertambangan ini telah merusak ratusan pohon rumbia dan mencemari sumber air baku yang vital bagi pabrik sagu keluarga klien kami,” ujar Andi Carson di lokasi.
Selain itu, perlu kami tegaskan juga bahwa masalah ini bukan hanya terkait dengan batas tanah atau tumpang tindihnya alas hak, tetapi ini juga terkait kerugian yang timbul akibat pengerusakan, jelas Andi Carson kepada Awak media.
Dampak Serius: Pabrik Sagu Berusia 60 Tahun Harus Tutup
Perkara ini bukan hanya soal hak atas tanah. Di balik gugatan itu, tersembunyi luka mendalam—sebuah pabrik pengolahan sagu yang telah berdiri sejak 1960 dan menjadi tumpuan hidup beberapa generasi harus tutup total akibat pencemaran air baku yang ditimbulkan oleh tambang milik tergugat.
Pabrik sagu yang dikelola keluarga mendiang Asang dan dilanjutkan oleh putranya Tjen Thiam Fuek (Angian) terpaksa berhenti beroperasi sejak 2022, ketika limbah tambang mencemari Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menjadi sumber air utama untuk proses pengolahan sagu. Padahal, pemerintah daerah tak pernah absen menagih pajak air baku setiap bulan kepada pemilik pabrik.
Namun saat pencemaran merusak sistem produksi dan menghentikan seluruh kegiatan usaha, pemerintah daerah justru abai dan tak memberi solusi.
“Kami kehilangan mata pencaharian. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal keadilan yang diinjak-injak. Negara absen saat kami menderita,” ucap salah satu warga yang pernah bekerja di pabrik tersebut.
Tak hanya kehilangan pekerjaan, Angian sang pengelola pabrik juga mengalami stroke ringan akibat depresi berat setelah usahanya mati mendadak pada 10 Mei 2022.
Relasi Kuasa yang Membunuh Keadilan
Kepala Desa Rebo dinilai turut bertanggung jawab atas kerusakan ini. Bukti relasi kuasa terlihat dari sikapnya yang membiarkan dan bahkan terkesan memberi jalan mulus terhadap tambang ilegal milik Susen Hadiwijaya. Ketika sebelumnya pernah dikonfirmasi media, sang kades justru mengelak dan menyampaikan pernyataan secara tidak langsung bahwa pabrik sagu sudah lama tutup sebelum tambang beroperasi—klaim yang dibantah keras oleh warga dan penggugat.
“Kami punya bukti, sebelum tambang beroperasi, pabrik masih jalan. Tiap hari ada jemuran sagu di depan pabrik. Tapi setelah tambang aktif, air tercemar, usaha mati,” kata Wandra Saputra, kuasa hukum penggugat.
LSM Topan RI Babel turut bersuara lantang, meminta Camat Sungailiat dan Pj. Bupati Bangka segera mengevaluasi kinerja Kepala Desa Rebo. Mereka menilai kades telah melanggar tanggung jawabnya sebagai pelindung masyarakat dan malah menjadi bagian dari praktik relasi kuasa yang merugikan warga.
“Tanah milik Sonilyus diserobot, sumber air tercemar, pabrik keluarga dihancurkan. Ini bukan sekadar perkara perdata, ini soal ketidakadilan struktural yang harus diusut sampai tuntas,” tegas Fakhri Wildan Yusuf.
Menanti Putusan, Menuntut Keadilan
Pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh Majelis Hakim bertujuan menguji dan menilai bukti fisik atas kerugian yang diderita penggugat. Langkah ini menjadi bagian penting dalam proses pembuktian yang menentukan arah putusan.
LBH Yusuf berkomitmen mengawal perkara ini hingga selesai. Mereka berharap majelis hakim menjatuhkan putusan yang adil, tidak hanya memulihkan hak atas tanah, tetapi juga mengakui dampak sosial dan psikologis yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan ilegal ini@ Zen Adebi.