Bangka Belitung, Advokatnews.com —DUGAAN praktik pengiriman pasir timah ilegal dari Pulau Belitung menuju Pulau Bangka kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, lima truk dengan muatan masing-masing sekitar 10 ton pasir timah disebut telah menyeberang melalui Pelabuhan Tanjung Ru, Belitung, menuju Pelabuhan Sadai, Toboali, Bangka Selatan, pada Selasa dini hari (29/7/2025). Informasi yang dihimpun menyebut, material tambang tersebut dikabarkan menuju salah satu perusahaan pemurnian mineral logam di Kawasan Industri Jelitik, Sungailiat, Kabupaten Bangka.
Temuan ini menjadi perhatian serius, mengingat hanya sebulan sebelumnya, sejumlah institusi termasuk Kejaksaan Agung RI, PT Timah Tbk, KSOP, Pelindo, dan Dinas Perhubungan Belitung menandatangani Pakta Integritas pada 27 Juni 2025 di Jakarta—yang bertujuan memperketat pengawasan distribusi timah, termasuk mencegah peredaran timah dari luar wilayah perizinan resmi.
Namun, jika benar adanya pengiriman ini berasal dari luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang sah, maka efektivitas pakta tersebut patut dipertanyakan.
Adapun identitas lima truk yang tercantum dalam manifes kapal penyeberangan tersebut adalah sebagai berikut:
AA 8320 XX (pengemudi: Wandi/Yudi)
BN 8210 XX (pengemudi: Abeng)
K 1467 XX (pengemudi: Legging/Geli)
BN 5361 XX (pengemudi: Sandi)
W 9472 XX (pengemudi: Eki)
Diduga Sistematis
Sumber internal yang enggan disebutkan namanya kepada media ini mengungkapkan, pola pengiriman pasir timah dari luar wilayah legal ini bukan peristiwa baru. Ia menyebut dugaan adanya praktik sistematis yang memungkinkan muatan tersebut lolos dari pengawasan formal, bahkan membuka kemungkinan terjadinya penyimpangan dokumen.
“Polanya berulang dan nyaris tak pernah tersentuh. Indikasinya, ada dokumen yang dibuat agar seolah-olah muatan legal. Ini perlu diselidiki lebih dalam, termasuk peran pihak-pihak di pelabuhan,” kata sumber tersebut.
Lebih jauh, ia menyampaikan bahwa perusahaan penerima dikaitkan oleh sebagian kalangan dengan kelompok usaha yang memiliki koneksi kuat di tingkat nasional. Meski belum dapat dibuktikan secara hukum, dugaan ini menimbulkan persepsi publik tentang potensi konflik kepentingan, yang dapat melemahkan independensi penegakan hukum di daerah.
Pakta atau Formalitas?
Padahal, eksistensi Pakta Integritas yang ditandatangani sejumlah lembaga strategis itu semestinya menjadi komitmen moral dan kelembagaan untuk mencegah kebocoran potensi pendapatan negara dari sektor tambang.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pengawasan terhadap distribusi timah masih lemah, dan aparat di lapangan rentan terhadap tekanan maupun pengaruh.
Situasi ini menimbulkan dua pertanyaan mendasar:
1. Sejauh mana keseriusan para pihak dalam mengawal pengiriman timah agar sesuai regulasi?
2. Apakah ada keberanian untuk mengungkap dan menindak pelanggaran meskipun menyangkut aktor dengan pengaruh besar?
Jika tidak segera ditindaklanjuti, kondisi ini berisiko memperbesar kerugian negara, memperparah kerusakan lingkungan, dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pengawasan sektor pertambangan.
Menunggu Klarifikasi
Hingga berita ini diterbitkan, redaksi media ini masih berupaya menghubungi pihak-pihak terkait, antara lain manajemen perusahaan yang disebut dalam pemberitaan, PT Timah Tbk, KSOP Belitung, ASDP, serta pihak lainnya guna memperoleh konfirmasi atau tanggapan resmi sesuai dengan prinsip keberimbangan berita dan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Kami mengedepankan asas praduga tak bersalah dan membuka ruang hak jawab bagi semua pihak yang disebut, agar publik memperoleh informasi yang utuh dan adil.
Namun satu hal pasti: jika pengawasan dan penindakan hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka keadilan di sektor pertambangan hanya akan menjadi slogan tanpa makna@ Zen Adebi.