Indikasi Monopoli Akibat Conflict Of Interest PT. AAM Prima Artha Pada Program BPNT, Kerugian Negara Diduga Mencapai 3 Miliar Rupiah Perbulan

Spread the love

Advokatnews, Lebak|Banten – Berawal adanya Program Raskin (Beras Masyrakat Miskin) yang diubah menjadi Beras Sejahtera (Rastra) dan selanjutnya berganti model menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Namun, pada kurun tahun 2019 untuk Provinsi Banten baru bisa melaksanakan program BPNT dengan nilai bantuan sebesar Rp. 110.000 per keluarga penerima manfaat (KPM), kemudian pada Januari 2020 BPNT berubah nama menjadi Bantuan Sosial Bangan (BSP). Jum’at, (24/07/2020).

Dikatakan Anggota DPRD Lebak Musa Weliasnyah dari Fraki PPP, menilai, Guna mencegah stanting, nilai bantuan program BSP pun mengalami peningkatan menjadi Rp. 150.000/KPM. Namun baru berjalan dua bulan tepatnya pada akhir februari tahun 2020 dunia digegerkan dilanda bencana non alam yaitu covid-19. Untuk upaya pencegahan pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya yang salah satunya untuk meningkatkan daya tahan tubuh masyarakat yang kurang mampuh, supaya asupan gizinya terpenuhi, terutama keluarga penerima manfaat program bantuan sosial penanganan fakir miskin seperti BPNT.

Akhirnya pemerintah kembali menaikan nilai bantuan tersebut menjadi  Rp. 200.000/KPM terhitung mulai bulan Maret hinga Agustus 2020, sehingga komodity yang diterima keluarga penerima manfaat bisa bertambah hinga empat komodity dari agen BPNT atau e-WARONG yang telah tersedia di masing-masing desa setiap tangal 5-10 pada tiap bulannya dengan membawa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

“KPM yang memiliki KKS ini adalah mereka yang menjadi penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan KPM penerima program bantuan sosial BPNT atau BSP yang namnya tercatan pada Basis Data Terpadu (BDT) atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)”.

Menurutnya, dalam perjalanan penyaluran BSP ke tiap KPM ini kerap menimbulkan gesekan dan ragam kritik sosial, terlebih soal gesekan kepentingan yang bermain dengan memanfaatkan peluang bisnis mengiurkan pada program ini, bermunculanya supplier-supplier yang lincah memainkan trik berburu usaha berlebel program hingga ketingkat dugaan hegemoni usaha.

“Bak singa yang berburu rusa jinak di padang sabana, sehinga  banyak kejangalan usaha kurang sehat, sempat ada intimidasi untuk TKSK di Lebak Selatan. Terkait ini media masa di Banten banyak mengabarkan temuan yang terkesan adanya pengiringan pemaksaan hegemoni pasar, mulai dari monopoli supplier, bermunculan agen BPNT dadakan hinga agen siluman. Kemudian, Aadanya dugaan konspirasi terselumbung antara aparat desa bersama supplier dan agen/e-Warong dengan TKSK”.

Selain itu kata Musa, Juga banyak ditemukan komodity yang dikirim supplier tidak layak konsumsi, sembako datang terlambat, KPM dipaksa menerima komodity paket, tidak sesuai dengan harga pasar, beras medium harga premium, hinga pemberian telur infertil kepada KPM. “Inilah problema yang banyak ditemukan di lapangan khususnya diwilayah kerja legislasi saya di Kabupaten Lebak”.

Adanya dugaan keterlibatan Ketua PSM Kota Tangerang  yang juga Ketua FORNAS TKSK pada salah satu Perusahaan Terbatas yang bergerak dibidang pengadaan komodity pada perogran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada tahun 2019 yang kini menjadi Bantuan Sosial Pangan (BSP) 2020.

“Keterlibatan Dani Samiun, SH yang menjadi wakil direktur PT. AAM PRIMA ARTHA mendorong Perogram ini pada Konflik Kepentingan yang berpotensi terjadinya KKN hinga ketingkat E-Warung, dengan kepiawian sosok TKSK Jati Uwung yang juga pernah menjadi ketua forum TKSK Provinsi Banten”.

Lebih lanjut Musa, Bukan hanya terjadi conflict of interest namun terjadinya praktik Monopoli yang diduga dilakukan oleh PT. AAM PRIMA ARTHA di Kabupaten Lebak pada tahun 2019-2020, dimana bahwa perusahaan yang dikendalikan Ketua Forum Nasional TKSK ini sangat mudah melancarkan kegiatan bisnis komodity dengan melibatkan para TKSK ditingkat Kecamatan hingga mengumpulkan 403 Agen BPNT di Kabupaten Lebak tidak memerlukan waktu lama dan mereka didorong dengan MOU dalam jangka waktu hinga akhir desember 2019 dan diperpanjang kembali pada tahun 2020.

Terlebih Praktik Monopoli juga terjadi di Kabupaten Serang hinhga sekarang dan Pandeglang 2019 hingga awal tahun 2020, dengan adanya MOU maka seluruh agen terjadi pemaketan dan lahirnya Agen BPNT calo dan Supplier-Supplier calo dari berbagai kalangan (Oknum Kades, TKSK, Ormas, Lsm, hingga oknum Wartawan), bahkan tidak tertutup kemungkinan adanya keterlibatan para oknum pejabat di Dinas Sosial Kabupaten atau Kota.

Musa menuding, Kegiatan bisnis sembako program  BPNT ini dikuasai PT. AAM PRIMA ARTHA bukan hanya terjadi pada beberapa Kabupaten atau Kota di Provinsi Banten, tapi terjadi juga di beberapa Kabupaten atau Kota di Jawa Barat Seperti di Bogor.

“Kelancaran bisnis sembako yang didalamnya ada petingi TKSK ini kerap kali mendapat dukungan yang sangat serius dari oknum pejabat ditingkat Kabupaten atau Kota seperti yang terjadi di Kabupaten Lebak, PT. AAM PRIMA ARTHA Memakai Gudang Rice Miling Plan Milik Pemda Lebak dibawah pertangungjawaban Dinas Perindustrian dan perdagangan dengan dalih sewa namun tanpa dasar dan aturan yang jelas harga sewapun sangat murah”.

Conflict Of Interest Berujung Intimidasi

Menurut Musa, Pada Oktober 2019 di Kabupaten Lebak ada sekitar lima Kecamatan dengan total 63 Agen yaitu Kecamatan Cihara, Pangarangan, Bayah, Cibeber dan Kecamatan Cilograng yang didorong oleh para TKSK memutuskan untuk pindah supplier ke perusahaan lain karena adanya ketidak sepahaman dengan managemen PT. AAM PRIMA ASTHA walau mereka tau didalamnya ada Sosok Ketua Fornas TKSK yang sangat mereka kenal.

Akhirnya, sambung Musa, pada bulan November 2019 semua agen BPNT tersebut pindah kepada PT. KenziOne namun pada saat itu terjadi ke lima TKSK tersebut harus berurusan dengan hukum dan akhirnya diperiksa di unit Tipikor Polres Lebak Entah apa yang menjadi Motif penyelidikanya.

“Pada akhirnya mendapatkan intimidasi hingga dihadapkan dengan salah satu Ketua Ormas yang dihdiri Direktur dan Wakil Direktur PT. AAM PRIMA ASTHA karena masih dalam ikatan perjanjian atau MOU  hinga bulan Desember Tahun 2019, pada bulan Desember akhirnya semua agen di Lima Kecamatan tersebut kembali lagi ke PT. AAM PRIMA ARTHA”.

Bukti Monopoli tersebut sangatlah nampak dan bukan menjadi rahasia umum bahkan diketahui oleh pejabat Dinas Sosial Kabupaten Lebak begitu pula dengan pejabat Dinas Sosial Kabupaten yang lainya.

Kemudian kata Musa, pada bulan Januari 2020 kelima Kecamatan tersebut tetap memutuskan untuk keluar dan pindah pada supplier lain yaitu CV. ASTAN yang beralamat di Kecamatan Cihara Kabupaten Lebak, yang mana CV ASTAN tersebut merupakan salah satu Supplier yang dibentuk setelah adanya program BPNT.  Hingga bulan Mei ada sekitar 59 Agen yang Mou dengan Cv. astan dua Agen PT. Bulog yaitu RPK Desa Pondok Panjang  dan RPK desa Berunai, Dua Agen Mandiri yaitu e-Warong desa desa Ciparahu dan Desa Cihara.

Selanjutnya, Pada Bulan Juni di Kecamatan Bayah ada dua agen yang  ikut mandiri yaitu Agen BPNT desa Bayah Barat dan Agen BPNT desa Bayah Timur, dan pada bulan Junli bertambah kembali ada tujuh agen yang mandiri di Kecamatan Bayah. Total agen yang mandiri di Lima Kecamatan ini per juli 2020 menjadi sembilan Agen BPNT.

“Tiga Supplier dan agen Mandiri PT. AAM PRIMA ARTHA Masih menguasai diatas 50% Agen BPNT hinga saat ini dari total sejumlah 403 Agen di Kabupaten Lebak”.

Lain halnya dengan Kabupanten Serang berdasarkan hasil informasi yang diterima Musa, bahwa seluruhnya dikuasai PT. AAM PRIMA ARTHA dari Tahun 2019.

“Dan untuk di Kabupaten pandeglang dari total 337 agen BPNT Tahun 2019 dikuasai PT Aam Perima Artha diatas 75% dan sisanya oleh PT KenziOne dan pada Thaha 2020 ada Tiga supplier yaitu bertambahnya supplier comodity perogram sembako milik Pemda kabupaten pandeglang yaitu PT. Berkah namun jumlah agen BPNT diatas 50% masih dikuasai PT. AAM PRIMA ARTHA”.

Terjadinya Pemaketan Sembako Melangar Pedoman Umum

Selain itu, Akibat adanya MOU antara pihak supplier dengan e-WARONG seluruh agen  melakukan pemaketan sembako, bukan sesuai pesanan KPM di masing-masing agen sehinga KPM tidak bisa menentukan kebutuhan poko yang diinginkannya, mereka harus menerima komodity yang sudah dikemas oleh agen BPNT seperti 10 kg Beras, 15 butir Telur, 1/4 kacang Hijau, satu ekor ayam broiler  hidup/beku, Satu bungkus sayuran atau buah-buahan untuk paket BSP Rp. 200.000/KPM.

“Jadi, apabila diuangkan harga yang dijual agen BPNT yang MOU dengan supplier semua komidity diatas harga pasar seperti telur Rata-rata diberi harga Rp 29.000/15 Butir, Beras Rp. 11.99/kg, Kacang Hijau Rp. 26.000/kg, Ayah broiler Hidup Rp. 32.000/kg,  Ayam Bloirel beku Rp. 39.000/kg begitu pula dengan Tempe, Tahu, Sayuran dan Buah-Buahan semua harnga diatas harga pasar”.

Tidak Terlaksananya Prinsip 6 T Program BPNT

Perogram Bantuan Pangan Non Tunai semestinya mengedepankan prinsip 6  T, namun kenyataannya kerap kali terjadi keterlambatan diatas tangal 10 setiap bulannya bahkan sering terjadi melewati pertengahan bulan  hinga tgl 18-20 pada setiap bulan. Komodity busuk tidak layak konsumsi, hinga penjualan terul inferti terjadi pada agen BPNT yang MOU denga supplier, Harga Beras Premium namun kenyataanya KPM menerima beras Medium atau beras IR lokal yang harga pasar hanya Rp. 9.000-10.000/kg.

“Ini sudah sangat jelas adanya upaya memanpaatkan perigram fakir miskin untuk memperkaya diri dan golongan tanpa mengedepankan azas keadilan dan sangat merugikan masyrakat miskin penerima manpaat serta diduga  mengakibatkan kerugian negara diatas Rp. 3.000.000.000 (Tiga Miliar) setiap bulannya dengan pola marUP harga sembako seperti beras medium dijual harga premium persoalan tersebut terjadi dan dikakukan oleh hampir semua agen BPNT yg MOU dengan supplier”.

Beda halnya denga beberapa agen mandiri yang menjual beras Rp. 10.000/kg padahal sumber dan kualitas beras sama, begitu puka pada harga sembako lsinya jauh terjadi perbedaan dan mereka lebih memperdayakan pengusaha lokal yang ada di desa mading-masing,   “kendati ada juga e-WARONG mandiri cuma kedok saja padahal mereka masih bekerjasam dengan suipier sehinga menjual komodity sesuai dengan e-WARONG lainnya”.

Dugaan Kuat Keterlibatan TKSK dan Aksi Pembiaran

Tak hanya itu, Musa menilai, bahwa tenaga Kesejahetraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang sekaligus sebagi Pendamping Sosial Bahan Pangan Kecamatan (PSBK) harusnya menjadi lokomotif didalam melakukan pendampingan dan membingbing para agen BPNT di kecamatan masing-masing.

“Namun ko malah sebalikanya kebanyakan mereka seakan masa bodoh komodity apa, sumbernya dari mana, kuakitasnya bangi mana dan berapa harganya persoalan ini diduga kuat akibat comflict of interest   terlebih adanya keterlibatan ketua fornas TKSK yang menjadi wakil Direktur PT. AAM PRIMA ARTHA”.

Untuk itu, tambah Musa, “Selaku wakil rakyat tidak jarang saya memberikan saran, masukan dan teguran baik kepada TKSK maupun agen BPNT atas temuan-temuan di lapangan dan pengaduan dari KPM namun selalu diabaikan, pengaduan juga kerap datng dari agen yang ingin mandiri namun selalu diintimidasi  dan ditakut-takuti agar mereka tetap bekerjasama dengan supplier tersebut sesuai MOU”.

Indikasi Monopoli erat kaitanya dengan comflict of interest

Aggota DPRD Lebak, Musa weliansyah juga menambahkan bahwa Program BPNT atau BSP terindikasi sangat erat kaitanya antara monopoli dan konflik kepentingan alasana adalah Agen BPNT didominasi pelaksana perogram Sosial seperti Oknum Perangkat Desa,  Kepala Desa, Istri Kades, Anak kepala Desa, Istri Prades, Keluarga Kades dan Prades, Pendamping PKH, Pendamping Desa, oknum PNS dan Istri PNS.

“Bukan Hanya sebatas menjadi agen tidak sedikit oknum Kepala Desa, Prades, TKSK yang direkrut menjadi penyedia atau supplier komodity yang dikirim kepada Perusahaan yang MOU dengan agen”.

Lebih lanjut Musa, padahal agen BPNT MOU dengan PT APA seharusnya mereka terima komodity langsung sesuai PO dan kesepakatan, namun kenyatannya PT. APA seringkali menyuruh orang ke tiga untuk memenuhi pesanan sembako agen tersebut, namu agen diwajibkan menjual kebutuhan poko tersebut sesuai dengan harga yang telah ditentukan oleh PT. AAM PRIMA ARTHA yang berlaku pada seluruh agen yang melakukan MOU dengan perusahaan tersebut.

“Nantinya agen terima keuntungan Rp. 9000/kpm s/d Rp. 13.000/kpm tergantung kesepakatan itupun diluar keuntungan bisnis komodity seperti beras, telur, ayam,kacang hijau, buah-buahan dan sayuran bagi agen BPNT yang ikut menyediakan atau menyuplai  bahan poko kepada agen-agen lainnya”.

Sehingga, ada beberapa oknum kades yang juga sebagai agen BPNT menjadi penyuplai beras dan  telur serta komodity lainya kepada PT. APA, yang dibeli dari para pengusaha lokal di wilayahnya seharga Rp. 8.300/kg kemudian dijual ke PT AAM PRIMA ARTHA dengan harga rata-rata Rp. 9.000/kg dengan mengunakan kemasan yang disiapkan oleh PT APA tersebut yaitu CAHAYA BERKAH, tanpa dilakukan uji mutu, kandungan kadar air, derajat sosoh, dll. karena-red, beras tersebut dari pengolahan (Penggilingan) langsung dikirim kepada masing-masing agen Dan beras dihasilkan dari varietas padi campuran yang dibeli dari para petani  langsung serta para pengepul padi kering.

“Dari selsih harga pembelian dan penjualan kepada KPM inilah keuntungan dari beras sebesar Rp. 2.900/kg yang PT APA dan supplier lain terima, belum termasuk  keuntungan dari komodity lainya yang mengambil keuntungan diluar batas kewajaran seperti kacang hijau lokal yang dibeli dengan harga Rp. 18.000/kg namun dijual oleh agen BPNT kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) seharga Rp. 26.000/kg nya”.

Disisi lain, persoalan lebih serius terjadi hampir pada semua agen BPNT yang mana agen tindak mengumumkan secara transparan daftar penerima BPNT, sehari-hari mereka tidak menjual kebutuhan poko seperti beras, telur, sayuran dll, namun mereka hanya buka pada saat penyaluran perogram BPNT apabila paket komodity sudah dikirim supplier setiap satu bulan sekali, KPM tidak menerima struk atau nota pembelanjaan yang mencantumkan nilai harga satuan dan volume, akibat sistem paket kebanyakan agen tidak melakukan penimbangan terhadap  komodity yang diberikan kepada KPM Sehinga kekurangan Volume sering terjadi, harusnya beras 10 kg terkadang ada 9 kg, telur hanya 0,9 kg. Bahkan untuk ayam hidup masing-masing KPM Menerima bobot yang berbeda-beda.

Oleh karena itu, Musa juga menyimpulkan apabila persoalan ini terus dibiarkan maka secara tidak langsung perogram BPNT atau BSP mendidik para pelaksana perogram  hingga tim kordinasi tingkat desa untuk berprikaku koruptif dan menjadikan perogram sosial penanganan fakir miskin ini menjadi ajang bisni, mencari keuntungan pribadi dan memperkaya diri sendiri, kelompok dan golongan serta akan terus menjadi comflict of interest yang berpotensi terjadinya KKN hinga tingkat e-Warong.

Dan ini merupakan bentuk pelangaran dan penghianatan terhada Undang-Undang No 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan  Fakir Miskin serta mencedrai PANCASILA dan UUD 1945, Bahkan sangat bertentangan dengan ajaran Agama manapun yang berada di NKRI.

“Untuk itu saya berharap agar Ketua, Wakil Ketua dan seluruh Angota TIM PENGENDALI PEROGRAM BPNT DAN BSP yang diantaranya :

1. Koordinator bidang pembangunan manusia dan
kebudayaan selaku Ketua;

2. Mentri Perencanan Pembangunan Nasional atau
Kepala Bapenas selaku wakil Ketua,

3. Sekertaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (Tnp2k)

Serta Para Angota TIM PENGENDALI PEROGRAM SEMBAKO :

1.   Mendagri
2.   Kemensos RI
3.   Mendikbud RI
4.   Mentri Agama RI
5.   Mentri ESDM
6.   Menku RI
7.   Mentri Perdagangan
8.   Mentri Pertanian
9.   Menkumham RI
10. Menkominfo RI
11. Mentri BUMN
12. Nentri Ruset Teknilogi dan Pendidikan Tingi
13. Mensesneg RI
14. Sekertari Kabinet
15. Kepala BPS
16. Kepala Staf Kepresidenan
17. Gubernur BI
18. Keua Dewan Komisioner OJK

Untuk segera melakukan evaluasi dan mengkaji kembali perogram BSP ini karena saya berpendapat dengan program sembako kurang tepat dan hanya dijadikan ajang kepentingan bisnis oknum-oknum yang tidak bertangungjawab dan hanya akan melahirkan prilaku-prilaku koruptif. Ini jauh lebih buruk dari perogram raskin dan rastra kedepan penulis berharap agar perogram ini diganti dengan uang Tunai melalui Rekenig KPM seperti PKH dan KPM bisa belanja komodity sesuai kebutuhanya pada warung tetangga ini jauh lebih efektif serta meningkatkan pedapatan pengusaha kecil di tingkat desa sebagai upaya penerintah dalam upaya mengurangi angka kemiskinan yang akan lebih jauh efektif dan berhasil, perogram penanganan fakir miskin akan betul-betul bisa dirasakan kelompok penerima manfaat atau KPM.

Kemudian, saya berharap kepada Aparatur penegak HUKUM hang diantaranya :

1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
2. Kepala Kepolisian Republik Indonesia (KAPOLRI)
3. Kepala Kejaksan Agung RI (KAGUNG)

Agar segera melakukan koordinasi dan melakukan upaya penegakan hukum sesuai dengan kewenangan dan tingkatanya, mengusut tutas siapapun yang terlibat dalam perogram sosial penanganan fakir miskin ini tanpa terkecuali jika ditemukan adanya keterlibatan oknum APH dari tingkat pusat hinga daerah. Semata-mata untuk keadilan Hukum karena yang menjadi korban adalah jutaan rakyat miskin”. Papar Angota DPRD Kabupaten Lebak FRAKSI-PPP Musa Weliansyah dalam press lirisnya kepada Media Advokatnews. (Na/Sumardi/red).