Implementasi Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 Untuk Desa, FPMDES : Tolak dan Berantas KKN

Spread the love

Advokatnews|Banten – Salah satu Fungsi negara adalah memberikan hak hidup layak untuk rakyatnya sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian agar berjalannya sebuah negera demi tercapainya cita-cita luhur itu maka lahirlah pemerintahan di republik ini yang tentunya sudah tertata dari mulai pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, sampai yang terkecil yaitu pemerintah desa/kelurahan.

Namun ada hal lain yang selalu menjadi problem dalam mewujudkan tercapainya cita-cita luhur tersebut pada konteks demokrasi politik di negeri ini, baik ditingkat pusat sampai ketingkat desa, yakni dalam realitanya adalah persoalan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang sudah menjadi rahasia umum dan permasalahan sebagai penghambat yang sulit untuk di berantas, yang tak lain halnya melainkan kelompok kecil yang menindas orang banyak atau dalam definisi akademis bisa disebut dengan Birokrat Kapitalis. Hal ini dikatakan Shandi Martha Praja, Anggota Forum Pemuda dan Mahasiswa Desa ( FPMDES ) dalam pres lirisnya pada Minggu, (19/072020).

Shandi menilai, hal itu harus diberantas dan dikupas tuntas, karena persoalan KKN juga telah mengakar pada pemerintahan desa yang terkadang jarang ditelisik. Mengapa demikian, dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa, bahwa otonomi khusus yang senafas dengan cita-cita luhur bangsa ini sudah terbuka lebar hingga keleluasaan itu dari pembangunan, pemberdayaan, serta tata pemerintahan desa terwujud. Ideal bukan?

“Tapi kenyataan dilapangan tidak seideal itu, praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme malah semakin masif di tambah dengan adanya sokongan dana besar untuk desa (Dana Desa)”. Tandasnya.

Kendati demikian tambah Shandi, dengan berjalannya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 itu di relevansikan dengan realita pemerintah bersikeras mengeluarkan payung hukum turunan dari Perpres, PP, Permen, Perbup hingga Perda. “Semua di lakukan demi tercapainya kedaulatan desa (Rakyat Desa) dalam hal pembangunan di desa hingga penataan pemerintah desa”. Tambahnya.

Shandi mengungkapkan, sebagai fokus pembahasan yang paling substansialnya saat ini ialah terkait pelaksanaan Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 Tentang Perangkat Desa. Dengan adanya aturan tersebut harusnya desa mampu berjalan di garis kedaulatan rakyat khususnya kesejahteraan rakyat di desa-desa. Karena, aturan tersebut menjadi sangat peting.

“Jelas, jika aturan tersebut dijalannya dengan ideal, yang pertama yaitu perangkat desa atau staff desa sudah bukan lagi jabatan politik yang lahir dari keluarga atau sanak sodara pemimpin yang ada di desa. Karna yang tertuang dalam permendagri tersebut ialah menekankan kualitas kerja staff lewat ketentuan umun yang jelas tertuang dalam permen tersebut, kemudian yang kedua jalannya program di desa tersebut yang di canangkan oleh pemimpin sebelumnya tidak berjalan/jalan di tempat atau mundur dan yang ketiga tidak perlu desa buang – buang anggaran agar di adakan bimtek rutin setiap tahun dan bimtek setiap pemimpin desa baru terpilih, Sampai hari ini ideal itu sangat jauh dari kenyataan”. Pungkas Shandi.

Menurutnya, Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tersebut adalah suatu terobosan yang sangat tepat dalam konteks pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Khususnya dalam pengangkatan perangkat desa permendagri ini menawarkan konseo rekrutmen untuk perangkat desa.

“Kita tahu sama-sama hari ini masifnya arus globalisasi serta teknologi memaksa setiap intansi atau lembaga pemerintah memilih tim yang kreatif, inovatif dan dapat bersaing. Apalagi kemajuan teknologi informasi dan arus globalisasi hari ini menjadi faktor yang sangat menentukan majunya sebuah instansi atau lembaga yg jelas tujuan utamanya adalah kembali ke masyarakat”. Tuturnya.

Oleh karna kata Shandi, pola rekrutment harus menjadi agenda teknis dan mekanisme pengangkatan perangkat desa. “Apalagi di tambah dengan lulusan s1 yang hari ini masih banyak yang nganggur yakni memiliki skil namum blum bekerja, otomatis gagasan ini juga membuka peluang yang sangat bagus untuk mengurangi pengangguran di republik ini lewat desa”. Ujarnya.

Lebih lanjut Shandi memaparkan, bahwa persyaratan atau ketentuan umum yang tertuang dalam Pasal 2 Permendagri  Nomor 67 Tahun 2017 ialah :

Ayat 1. Perangkat desa di angkat oleh kepala desa dari warga desa yang telah memenuhi persyaratan umum dan khusus.

Ayat 2. Persyaratan umum sebagaimana di maksud pada ayat (1) adalah sbb ;

a. Berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat;
b. Berusia 20 ( dua puluh ) tahun sampai dengan 42 ( empat puluh dua ) tahun;
c. Dihapus
d. Memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi
3. Persyaratan khusus sebagaimana di maksud pada ayat (1) yaitu persyaratan yang bersifat khusus dengan memperhatikan hak asal usul dan nilai sosial budaya masyarakat setempat dan syarat lainnya.

Ayat 4. Persyaratan khusus sebagaimana di maksud ayat (3) di tetapkan dalam peraturan daerah

“Jika kita uraikan secara sederhana dari pasal di atas dalam konteks tawaran rekrutmen agar menjadi bursa lapangan kerja yang sehat seperti ini. Kemudian, Pasal 2 ayat (2) huruf (d) ini adalah pintu masuk pola rekrutmen, demikian juga dengan pasal 2 ayat (3). Dan yng tertuang dalam ayat 4 nya pun sudah berjalan seperti membuat surat lamaran dan kelengkapan berkas lainnya. Artinya sangat jelas arah dari permendagri ini adalah kualitas perangkat desa bukan jasa atau utang politik agar menjadi perangkat desa, yang kemudian pada akhirnya utang dan atau jasa itu harus di lunasi lewat siasat monopoli kebijakan yang menjadi tindakan koruptif dan manipulatif”. Jelasnya.

Selain itu, Bagaimana tidak langkah politik atau kebijakan yang di ambil oleh pemimpin di desa-desa selalu di dasari dengan kepentingan pribadi (Modal Kampanye/red) lewat tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Kemudian yang menduduki staff atau perangkat desa yang harusnya orang-orang berkualitas dan berintegritas serta memiliki tanggung jawab moral besar,  melainkan masih banyak yg terindikasi dan tidak terlihat eksistensinya oleh publik, malah justru berkesan mendominasi sanak saudaranya.

“Mengingat persoalan ini menjadi sangat penting demi terlaksananya alur pemerintah desa yang ideal dan tercapainya cita-cita luhur bangsa ini dengan hak konstitusional penuh, oleh karena itu kami FORUM PEMUDA DAN MAHASISWA DESA (FPMDES) menuntut 3 tuntutan rakyat ( TRITURA ). Pertama Tolak dan berantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam pemerintah. Kedua, Terapkan pola rekrutment terbuka untuk staff atau perangkat desa, dan Ketiga, Kembalikan kedaulatan rakyat yang berasaskan demokratis demi terselenggaranya alur pemerintah yang bersih di desa”. Tegasnya. (Na/Sumardi/red).