Advokatnews, Lebak | Banten – Pada tahun 2020 Pemerintah Provinsi Banten telah mengalokasikan Bantuan Keuangan kepada Pemerintah Desa se-Provinsi Banten dengan Alokasi Anggaran sebesar Rp. 50jt, per desa pada APBD T.A. 2020. Senin, (11/01/2021).
Sehubungan dengan situasi Pandemi Covi-19, sehingga Bantuan Keuangan Provinsi tahun 2020 tersbut telah di alokasikan untuk kegiatan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa, dibidang kesehatan dalam rangka penanganan dampak penyebaran Virus Corona (Covid-19) terhadap kehidupan masyarakat desa sebgaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa se-Provinsi Banten Tahun 2020.
Bantuan tersebut tentunya dialokasikan untuk pembelanjaan berupa sembako yang harus disalukan kepada masyarakat miskin yang terkena dampak Covid-19. Yakni diluar penerima bantuan PKH, BPNT dan Bantuan-bantuan Sosial lainnya.
Akan tetapi, hal itu berbeda dengan salah satu desa yang ada di Wilayah Kecamatan Panggarangan, Kabupaten Lebak-Banten, yang hingga di awal Bulan Januari 2021 bahkan hingga saat ini Bantuan tersebut belum juga direalisasikan kepada masyarakat.
Dikatakan Ena Suharna, Ketua DPD Lebak LSM Pemantau Korupsi Banten (KPK-B) mengungkapkan, berdasarkan hasil investigasinya ia menemukan ada salah satu Desa di Kecamatan Panggarangan yang belum merealisasikan Bantuan Keuangan (Banprov) tahun 2020 tersebut.
“Ketika kami mendapat informasi itu, kami langsung investigasi ke lapangan dan juga melakukan konfirmasi ke pihak-pihak terkait (Pemdes, red) dan alhasil bahwa Bantuan Keuangan Banprov T.A 2020 itu, memang belum direalisasikan kepada masyarakat hingga awal bulan Januari 2021 dengan alasan masih validasi data KPM”. Ungkapnya.
Padahal kata Ena, Anggaran Tersebut jelas sudah dicairkan oleh pemerintah desa, namun belum juga direalisasikan untuk pembelanjaan sembako yang harus diserahkan kepada masyarakat. Sehingga hal ini patut dicurigai dan diduga telah melakukan penyimpangan Karena jelas telah menyalahi aturan.
Ena menilai, terkait alasan yang dilontarkan Sekretaris Pemdes tersebut sangatlah tidak logis dan mendasar. Padahal, anggaran tersebut telah dicairkan melalui pengajuan proposal dengan melampirkan data penerima bantuannya. Sedangkan faktanya masih belum juga direalisasikan kepada masyarakat.
“Dengan tidak mengurangi azas praduga tak bersalah kami menduga itu sudah merupakan sebuah penyimpangan yang disinyalir upaya penggelapan yang diduga dilakukan oleh oknum kades, karena jangka waktu untuk pendataan sendiri jangkanya selama 6 bulan, sehingga ketika anggaran sudah dicairkan maka tidak ada alasan untuk tidak direalisasikan di tahun 2020”.
Tak hanya itu, Ena juga menilai lemahnya pengawasan pemerintah baik Tingkat Kecamatan, Kabupaten dan juga Provinsi dalam mengawasi pelaksanaan program tersebut, tentunya hal itu menjadi salah satu faktor terjadinya dugaan penyimpangan dan dugaan upaya penggelapan yang akan dilakukan oleh oknum.
“Dalam melakukan pengawasan program pemerintah adalah hak semua warga negara, akan tetapi dalam hal ini jangan sampai ada kesan yang disinyalir diam-diam saja ketika tidak ada yang menyoal, baik oleh teman-teman lembaga maupun media, namun ketika diketahui dan disoal sama teman-teman lembaga/media, baru akan direalisasikan, ini kan lucu, dimana letak pengawasan pemerintah selama ini?” Tandasnya.
Sementara itu, lembaga Kumpulan Pemantau Korupsi Banten (KPK-B) mendesak pihak Pemerintah Provinsi Banten yakni Pihak Inspektorat segera turun untuk melakukan audit. (Sumardi).