Advokatnews.com|Cianjur– Ditengah Pandemi Covid-19 Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agama telah mengucurkan Dana BOP Ponpes, LPQ , dan MDT yang tersebar di seluruh Indonesia dengan tujuan untuk membantu Ponpes supaya bisa melaksanakan kegiatan di masing-masing Pondok Pesantren dengan mengutamakan protokol kesehatan agar terputus dari rantai Covid 19.
Dengan telah terkucurnya BOP tahap I dan II serta akan dikucurkannya BOP tahap III merupakan bukti bahwa Pemerintah begitu peduli terhadap Pondok Pesantren dan Lembaga Pendidikan Keagamaan,mirisnya kucuran dana pemerintah tersebut pada pelaksanaan dan penyalurannya ada indikasi tidak benar dan tidak tepat sasaran, Ini dikhawatirkan malah di jadikan ajang bisnis bagi beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab yang sengaja memanfaatkan situasi dan kesempatan untuk kepentingan pribadi atau golongan dengan modus alamat ganda ,numpang alamat dan data fiktif.
Seperti yang terjadi di Kabupaten Cianjur, diduga ada kejanggalan dari beberapa alamat pondok pesantren yang tidak lengkap dalam Lampiran Keputusan Pejabat Pembuat Komitmen Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Dirjen Pendidikan Islam, Nomor 6007 Tahun 2020 tentang Penetapan Penerima Bantuan Operasional Pendidikan Pesantren TA.2020 Tahap 3 di Provinsi Jawa Barat sejumlah 671 Pondok Pesantren dengan rincian jumlah bantuan variatif mulai 25 juta,40 juta sampai 50 juta.
Beberapa hari yang lalu tepatnya tgl 28/11/2020 dan tgl 29/11/2020 Tim Advokatnews telah melakukan penelusuran dan crosscheck ke lapangan di tiga kecamatan terkait kebenaran data ponpes di lampiran PPK dengan fakta yang ada dilapangan,alhasil ternyata ada beberapa pesantren yang diduga fiktif diantaranya tidak ada nama pondok pesantren, dan tidak adanya bangunan pondok/asrama pesantren. Mirisnya ketika tim sempat menemui pimpinan pondok pesantren tersebut dan menanyakan legalitas pesantren mereka menjawab ada tanpa memperlihatkan legalitas itu kepada tim.
Untuk lebih meyakinkan penelusuran, tim mencoba mewawancarai RT / RW dan warga sekitar diantara mengungkapkan “ saya baru dengar nama pesantren itu,saya orang sini asli pa,yang ada hanya majlis taklim/madrasah untuk pengajian rutin/biasa” ungkap warga yang tidak mau disebutkan namanya. Yang lebih mencengangkan ada nama pesantren masuk kategori sedang akan menerima bantuan 40jt keberadaan pesantrennya juga tidak ada hal ini dibuktikan dengan adanya keterangan dari warga dan RT setempat “ Disini pesantren cuma ada dua, dan tidak ada nama pesantren itu pa” ujar warga yang mengaku asli daerah tersebut.
Selanjutnya senin, 30/11/2020 Tim Advokatnews mengunjungi Kemenag Cianjur dengan tujuan konfirmasi ke Kepala Kemenag atau Kasi Pontren terkait data yang kami peroleh di lapangan,ternyata Kasi dan Kepala Kemenag tidak ada di tempat dikarenakan ada kegiatan di luar tim hanya bisa berdialog dengan staf kasi pontren. Tim akhirnya bisa komunikasi dengan kasi pontren melalui sambungan telepon dan dijadwalkan besoknya untuk bisa menemuinya. Akhirnya Selasa 01/12/2020 Tim Advokatnews kembali ke Kantor Kemenag Cianjur menemui Kasi Pontren untuk menjelaskan terkait program BOP Pesantren yang telah cair dimulai tahap 1 dan 2 serta BOP Tahap 3 yang akan cair yang semuanya riskan dengan dugaan upaya penyimpangan baik secara Data dan Penyalurannya yang tidak berlandaskan azas transparansi dan akuntabilitas.
Tim advokatnews berkunjung kepada Drs.H.Taviv Supriyadi,M.Si. selaku Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren diruang kerjanya dan korfirmasi terkait ada atau tidaknya rekomendasi dari Kemenag daerah tentang data yang akan menerima BOP baik dari mulai usulan pengajuan sampai pencairan BOP Pesantren tersebut. “bahwa betul Kemenag mengucurkan Dana BOP Pesantren dan Lembaga Pendidikan Keagaaman yang besar kecilnya bantuan tergantung kategorinya pesanten kecil sejumlah 25jt,untuk pesantren sedang 40jt dan bagi pesantren besar 50jt, untuk usualan pengajuan BOP itu bisa online dan langsung dari ponpes ,lembaga ,orgnisasi atau aspirasi tanpa ada rekomendasi dari kemenag di daerah.bahkan salinan SK penerima bantuan tidak kami terima justru yang lebih tau pihak pesantrennya yang memberitahu ke kami bahwa mereka menerima bantuan dari kemenag pusat” Jelas Kasi.
“Sesuai dengan juknisnya syarat penerima bantuan hanya ada dua, pertama ada kegiatan/aktivitas belajar mengajar dan kedua ponpes tersebut sudah terdaftar di kementrian agama yang dibuktikan oleh Nomor Statistik Pondok Pesantren, dan untuk memperoleh NSPP tersebut tentunya harus sesuai dengan kategori dan ciri dari sebuah pesantren bahkan ada verifikasi dulu oleh kemenag, adapaun untuk ciri dari pesantren itu ada 5 : satu ada kyai/ustadnya, kedua ada santrinya, ketiga ada pengajian kitab kuningnya,keempat ada asramanya/kobongnya, dan kelima ada mesjidnya, untuk langkah selanjutnya terkait BOP tahap 3 kami melakukan sosialisasi BOP Tahap 3 dan sudah 3 tempat kami lakukan, kami juga akan menelaah terkait ponpes-ponpes tersebut dengan forum pondok pesantren dan akan meneliti kembali NSPP tiap ponpes, dan terkait dengan LPJ nya akan kami awasi juga” pungkas nya.
Berdasarkan penjelasan kasi pontren jelaslah bahwa ciri dari ponpes tersebut merupakan acuan dasar dari dikeluarkannya Nomor Statisitk Pondok Pesantren.Dimana NSPP ini jadi bagian dari syarat untuk mendapat Bantuan Operasional Pesantren.Karena persyaratan penerima antuan sesuai juknis adalah aktif menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dan Terdaftar pada Kementrian Agama yang dibuktikan dengan Nomor Statistik Lembaga/Surat Keterangan dari Kepala KanKmenag. Sehingga munculah pertanyaan besar bagi Tim Advokatnews Apakah proses pembuatan NSPP dan Surat Keterangan Kemenag itu begitu mudah? terkesan tidak dilakukan survey ke lokasi dan verifikasi yang valid. Atau apakah bisa NSPP tersebut dibuat oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dan sudah sejauhmana peran pengawasan pihak kemenag dan pemerintah bila ada dugaan rekayasa data untuk menguntungkan pribadi atau golongan?.
Terkait dengan adanya permasalahan tersebut tentunya sudah sepatutnya segera disikapi secara serius oleh Pemerintah dan Aparat yang Berwenang agar bertindak tegas untuk melakukan pengawasan dan upaya hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
(asep s/tim)