Aspek Pidana Pasal 279 KUHP dalam Permasalahan Hukum Administrasi Negara dalam Perkawinan Antara H. Askolani dengan Nova Yunita
Oleh :
Prof. Dr. H Faisal Santiago, SH, MM & Dr. Ahmad Redi, SH. MH
Guru Besar Universitas Borobudur/Direktur Pascasarjana Ilmu Hukum/ Kapordi Ilmu Hukum/Ahli Hukum Administrasi Negara/ Dosen Ilmu Hukum Universitas Borobudur.
Latar Belakang Perkara/Kronologi
H. Askolani menikah secara siri/nikah secara agama dengan Nova Yunita (Nova) pada Oktober 2014. Istri pertama Askolani menqetahui bahwa dirinya menikah dengan Nova, dan dirinya menerima pernikahan tersebut. Pernikahan Askolani dengan Nova hanya berlangsung selama 3 (tiga) bulan dikarenakan adanya ketidakcocokan antara keduanya, sehingga pada Maret 2015 terjadi perceraian secara agama. Pada tanggal 18 Juni 2019, Nova membuat pengaduan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) perihal penelantaran dan nafkah anak. Pada tanggal 9 Desember 2019, mengeluarkan surat rekomendasi pelaksanaan tes DNA untuk memastikan adanya kepentingan terbaik anak guna melanjutkan kepastian pembiayaan nafkah anak.
H Askolani tidak mengetahui adanya Akta Nikah di KUA Kertapati Palembang. Setelah mengetahui kebenaran adanya Akta Nikah atas nama H. Askolani dan Nova yang diterbitkan KUA Kertapati Palembang, maka Askolani mengajukan gugatan pembatalan Akta Nikah ke PTUN Palembang pada tanggal 16 Juni 2021.
PTUN Palembang dalam Putusan Perkara No. 44/G/2021/PTUN/PLG tanggal 25 Agustus memutuskan bahwa membatalkan Akta Nikah Nomor 736/22/X1I/2014 tanggal 8 Desember 2014 dan memerintahkan KUA Kertapati mencabut Akta Nikah Nomor 736/221X1I/2014 tanggal 8 Desember 2014. KUA Kertapati mencabut Akta Nikah Nomor 736/22JX1I/2014 tanggal 8 Desember 2014 dengan Surat Keputusan KUA Nomor 538/KPTS/KUA06.07.12/PW.01/ 2021 tentang Pencabutan Akta Nikah Nomor 736/22/XII/2014 tanggal 8 Desember 2014.
Pada 28 Juni 2019 H. Askolani melangsungkan pernikahan dengan dr. Sri Fitriani. Atas pernikahan H. Askolani dengan dr. Sri Fitriani ini, pada tanggal 30 Juli 2022, Nova membuat laporan polisi di Polda Sumatera Selatan dengan surat tanda terima laporan polisi nomor STTLP/459/VII/2022 tentang dugaan tindak pidana Pasal 279 KUHP terkait perkawinan tanpa izin istri.
Permasalahan
Apakah perbuatan H. Askolani yang melaksanakan perkawinan dengan dr. Sri Fitriani tanpa izin dari Nova merupakan tindak pidana dikaitkan dengan hukum administrasi negara?
Sumber Hukum
1. Pasal 279 KUHP
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Penelusuran Hukum
1. Pasal 279 KUHP
(1) Dihukum penjara selama-Iamanya 5 tahun:
1e. barangsiapa yang kawin sedang diketahuinya, bahwa perkawinannya yang sudah ada menjadi halangan yang sah baginya akan kawin lagi.
2e. barangsiapa yang kawin, sedang diketahuinya, bahwa perkawinan yang sudah ada dari pihak yang lain itu akan menjadi halangan yang sah bagi pihak yang lain itu akan kawin lagi
(2) Kalau orang yang bersalah karena melakukan perbuatan yang diterangkan di 1e, menyembunyikan kepada pihak yang lain itu akan menjadi halangan yang sah akan kawin lagi, dihukum penjara selama-Iamanya 7 tahun (KUHP 5- 1,37).
(3) Dapat di jatuhi hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35 No 1- 5.
2. Pasal 12 ayat (i.) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk. Pegawai pencatat nikah dan orang yang tersebut pada ayat (3) pasal 1 membuat catatan tentang sagala nikah yang dilakukan di bawah pengawasannya dan tentang talak dan rujuk yang diberitahukan kepadanya; catatan yang dimaksudkan pada pasat 1 dimasukkan di dalam buku pendaftaran masing – masing yang sengaja diadakan untuk hal itu, dan contohnya masing-masing ditetapkan oleh Menteri Agama.
3. Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan : Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Admiistrasi Pemerintahan:
(1) Syarat sahnya Keputusan rneliputi:
1. ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
2. dibuat sesuai prosedur; dan
3. substansi yang sesuai dengan objek Keputusan.
(2) Sahnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.
Analisis Hukum
1. Dalam Pasal 279 KUHP, diatur bahwa, dipidana
1. barangsiapa yang kawin sedang diketahuinya, bahwa perkawinannya yang sudah ada menjadi halangan yang sah baginya akan kawin lagi;
2. barangsiapa yang kawin, sedang diketahuinya, bahwa perkawinan yang sudah ada dari pihak yang lain itu akan menjadi halangan yang sah bagi pihak yang lain ltu akan kawin lagi.
Dalam ketentuan Pasal 279 KUHP diatur bahwa “perkawinan yang sudah ada” menjadi norma/ketentuan utama untuk menentukan apakah sebuah perbuatan dapat dipidana atau tidak bagi seseorang ketika seseorang melaksanakan perkawinan lagi.
Untuk mengetahui mengenai apa yang dimaksud dengan “perkawinan” dalam menguji rumusan norma dalam Pasal 279 KUHP maka dapat dianalisis dengan menggunakan ketentuan dalam Pasal2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang mengatur mengenai perkawinan merupakan perkawnan yang sah, apabila: ‘Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Untuk menyatakan bahwa perkawinan dianggap sah atau tidak maka perkawinan mestilah dicatat di kantor catatan sipil kantor urusan agama.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk: “Pegawai pencatat nikah dan orang yang tersebut pada ayat (3) pasal 1 membuat catatan tentang segala nikah yang dilakukan di bawah pengawasannya dan tentang talak dan rujuk yang diberitahukan kepadanya; catatan yang dimaksudkan pada pasal 1 dimasukkan di dalam buku pendaftaran masing-masing yang sengaja diadakan untuk hal itu, dan contohnya masing-masing ditetapkan oleh Menteri Agama”. Berdasarkan kronologis perkara H. Askolani dan Nova, bahwa antara keduanya telah ada pencatatan perkawinan sesuai dengan Akta Nikah Nomor 736/22/XII/2014 tanggal 8 Desember 2014.
2. Walaupun, telah ada Akta Nikah Nomor 736/22IXII/2014 tanggal 8 Desember 2014 namun perlu perhatikan apakah pencatatan perkawinan tersebut masih memiliki kekuatan hukum atau tidak. Berdasarkan kronologis di atas, sesuai dengan Putusan PTUN Palembang No. 44/G/2021/PTUN/PLG tanggal 25 Agustus memutuskan bahwa membatalkan Akta Nikah Nomor 736/22/XII/2014 tanggal 8 Desember 2014 dan memerintahkan KUA Kertapati mencabut Akta Nikah Nomor 736122IXII/2014 tanggal 8 Desember 2014. Selanjutnya melalui Surat Keputusan KUA Nomor 538/KPTS/KUA.06.07.121PW.01/2021 tentang Pencabutan Akta Nikah Nomor 736/22/XII/2014 tanggal 8 Desember 2014.
Dengan demikian, perkawinan antara H. Askolani dan Nova secara administrasi negara dinyatakan tidak pernah ada karena Akta Nikah Nomor 736/22/X1I/2014 tanggal 8 Desember 2014 dinyatakan batal oleh PTUN dan Akta Nikah tersebut telah pula dicabut oleh KUA yang berwenang.
3. Dalam hukum administrasi negara, berlaku asas pengujian ex tunc sebagaimana yang juga dinyatakan dalam halaman 22 Putusan Putusan PTUN Palembang No. 44/G/2021/PTUN/PLG tanggal 25 Agustus. Pengujian ex tunc merupakan prinsip bahwa pengujian yang dilakukan oleh PTUN melakukan suatu penilaian atas dasar fakta-fakta dan keadaan-keadaan yang diperoleh pada waktu keputusan yang disengketakan dikeluarkan, dan dilarang menilai sesuatu yang terjadi setelah keputusan diterbitkan (penilaian ex nunc). Akibatnya keputusan yang dibatalkan itu berlaku surut, terhitung mulai saat tanggal dikeluarkannya keputusan yang dibatalkan itu (Akta Nikah). Keadaan dikembalikan pada keadaan semula sebelum dikeluarkannya keputusan tersebut (ex-tunc) dan akibat hukum yang telah ditimbulkan oleh keputusan itu dianggap tidak pernah ada. (S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia (Yogyakarata: FH UII Press, 2011, halaman 161).
Dengan demikian, berdasarkan asas ex-tunc dan dipertegas dalam halaman 22 Putusan Putusan PTUN Palembang No. 44/G/2021/PTUN/PLG maka Akta Nikah Nomor 736/221X11I2014 tanggal 8 Desember 2014 tidak berlaku sejak tanggal 8 Desember 2014 karena dianggap tidak pernah ada berdasarkan Putusan PTUN dan SK KUA.
Kesimpulan
Berdasarkan hal tersebut di atas maka:
a. Perkawinan antara H. Askolani dan Nova bukanlah merupakan “perkawinan yang sah” sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dikarenakan perkawinan itu dianggap tidak pernah ada melalui Putusan PTUN Palembang No. 44/G/2021/PTUN/PLG dan Surat Keputusan KUA Nomor 538/KPTS/KUA.06.07.12/PW.01/2021 tentang Pencabutan Akta Nikah Nomor 736/221X11/2014 tanggal 8 Desember 2014.
b. Dikarenakan perkawinan antara H. Askolani dan Nova bukanlah merupakan “perkawman yang sah” sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maka perbuatan H. Askolani tidak dapat dinyatakan sebagai “perkawinannya yang sudah ada menjadi halangan yang sah baginya akan kawin lagi” sebagaimana diatur dalam Pasal 279 KUHP, sehingga H. Askolani tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana dalam Pasal 279 KUHP.
Penutup
Demikian pendapat hukum ini dibuat sesuai dengan keahlian dan keilmuwan yang saya miliki.
Jakarta, 26 September 2022,
Prof. Dr. H Faisal Santiago, SH, MM
Dr. Ahmad Redi, SH. MH