Advokatnews.com || Kota Bekasi – Maraknya perkembangan di sektor perumahan saat ini menandakan bahwa terdapat pasar yang cukup besar di sektor perumahan di Indonesia, Jum’at (24/10/25).
Hal ini mendorong munculnya pengusaha yang membutuhkan lahan baru untuk membuat perumahan yang layak dan terjangkau.
Tentunya kehadiran perumahan ini harus mempertimbangkan aspek kelayakan perumahan dan patuh terhadap peraturan Perundang-undangan. Pesatnya pertumbuhan perumahan dan pemukiman menimbulkan masalah tata ruang dan pengelolaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum.
Sepatutnya dalam suatu perumahan harus dilengkapi dengan Prasarana, Sarana, dan Utilitas umum yang meliputi drainase, jalan, lampu penerangan, ruang terbuka hijau dan fasilitas lainnya untuk masyarakat yang merupakan kelengkapan fisik yang mendukung terwujudnya kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman.

Pengembang PT. PROPERTINDO KARYA BERSAMA BAHAGIA yang menaungi Cluster Grand Karsa Srimukti, Tambun Utara, Kab. Bekasi adalah salah satu contoh buruk kelamnya pengembang perumahan yang ada di Indonesia. Bagaimana tidak, dengan perencanaan unit sekitar 120 Unit Rumah dan yang sudah di huni masih sekitar 15 Unit tapi pengembang masih belum bisa memenuhi kebutuhan akan air bersih bagi para penghuni. Sudah 5 hari belakangan ini Warga GKS ( Grand Karsa Srimukti .Red ) tidak memiliki akses akan air bersih, karena konsep pompa sentral dari pengembang tidak berfungsi. Terakhir kemarin Kamis, 23/10/25 pihak dari PAMSIMAS datang untuk memperbaiki, namun menggunakan pompa air yang dibawah spesifikasi pompa sebelumnya, alhasil baru 1 hari saja pompa air pun mengalami kendala kembali.

Belum lagi persoalan drainase yang tak kunjung diperbaharui dan diperbaiki. Warga pun sampai membuat saluran drainase secara swadaya dan pihak pengembang hanya menggelontorkan dana sebesar Rp. 1.000.000,00- saja. Mau sampai mana anggaran dana sekecil itu ? Untuk membeli bahan material saja tidak cukup. Bahkan untuk persoalan saluran drainase ini warga GKS bersama warga Kavling RT. 002 RW. 002 sampai membuat surat petisi yang berjudul “Surat Tuntutan Atas Akses Jalan Yang Layak dan Perbaikan Saluran Drainase Yang Memadai”, yang ditujukan ke pihak BTN KC. Karawaci, Provinsi Jabar dan juga Kab. Bekasi pada 10 Oktober lalu, namun sampai saat ini surat tersebut tidak kunjung digubris oleh piha terkait.
Terkait aturan hukum mengenai saluran drainase, tim media advokatnews.com Biro Bekasi Raya mencoba meminta pendapat dan pandangannya kepada Kabiro advokatnews.com Biro Bekasi Raya ROBBY KURNIAWAN.
Robby menjelaskan, “sebelum membangun perumahan pelaku usaha yakni pihak pengembang atau developer dalam tahap perencanaan harus memastikan adanya saluran drainase yang merupakan salah satu prasarana yang harus disediakan”.
“Selain berguna untuk mengalirkan air berlebih yang timbul baik dari air hujan ataupun luapan sungai, drainase juga dipasang untuk mengurangi kerusakan struktur tanah akibat pembangunan infrastruktur, “ucap Robby.

Inikan sudah jelas, lanjutnya, diatur dalam Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman ada tuh didalam Pasal 134 coba dibuka” jelasnya.
“Bahwa Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan”.
Nah kalau hal ini diabaikan oleh pihak pengembang atau developer maka sanksinya ada di Pasal 151 ayat (1) dan (2) pidana denda hingga lima miliar rupiah dan pidana tambahan berupa bangun kembali yang sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum, “tegas Robby.
Pasal 151 (Red.)
(1) Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan.
Gak cukup disitu saja, Izin-izin yang sudah dikantongi pun dapat dicabut, ada ketentuannya di Pasal 33 ayat (2)” bahwa Pemerintah daerah berwenang mencabut izin pembangunan perumahan terhadap badan hukum yang tidak memenuhi kewajibannya, “tambahnya.
Memang pada saat mereka ( pihak pengembang atau developer. Red ) mengajukan izin biasanya sudah terpenuhi semua syarat yang ditentukan, tapikan kondisi Prasarana, Sarana, dan Utilitas umum itu sendiri apakah efektif atau tidak baru diketahui saat sudah ada penghuni yang menempati. Inilah permasalahannya, “tutup Robby. (Dwi)