Food Estate, Durian Bangka & Keajaiban Dunia

Spread the love

Oleh : AHMADI SOFYAN

SIAPA bilang Borobudur saja yang masuk keajaiban dunia, Food Estate juga masuk lho. Tanam singkong tumbuhnya jagung.
====

“BANG, duriannya kok belum kelihatan” begitu WA sahabat saya yang memimpin sebuah media cetak (koran) besar & kesohor di Babel. Saya balas: “Di Pangkalpinang, tepatnya di depan Kantor PT. Timah Tbk, nggak ada batang duriannya, tapi buahnya “belambur” (berserakan). Ini keajaiban dunia ke-8″ canda saya malam itu kepada sahabat.

WA saya dibalas lagi: “Food Estate juga, tanam singkong tumbuh jagung”. Saya balas: “Iya, keajaiban dunia ke-9”.
Karena sedang berbalas WA, saya pun sambil menulis Opini ini dari HP yang sama (wong HP-nya emang cuma ini). Nggak tahu juga tiba-tiba bergairah nulis, hari ini sudah 5 Opini saya tulis di HP dalam waktu singkat, masing-masing Opini menghabiskan waktu sekitar 10 menit. Lumayan, hampir 1 jam saya duduk sambil menikmati suasana kebun tepi sungai ditemani secangkir kopi. Cangkir ya, bukan gelas! (Banyak mikir jadinya gak jelas), kayak tulisan ini ya?!.

Mengapa Negara Selalu Gagal?
BUKAN hanya food estate, banyak kegagalan Pemerintah dalam mengelola lahan pertanian. Negara agraris ini harusnya mendunia dengan hasil pertaniannya, tapi bangga import dari luar negeri yang lahannya tak begitu subur. Kegagalan dalam peternakan pun demikian. Berapa banyak bantuan bibit ini bibit itu kepada rakyat dengan menggunakan anggaran tak sedikit, akhirnya tidak pernah panen. Bahkan seringkali saya ungkapkan langsung kepada beberapa Kepala Daerah di Bangka Belitung. “Mbok ya kalau ngasih bantuan bibit apapun, diperhitungkan dengan jeli, gak sembarang dibagikan, terus ada pola serta tanggungjawab & konsekuensi baik yang memberi maupun yang menerima”. Lalu saya jabarkan secara lisan bagaimana bibit-bibit tanaman (pohon) itu dijadikan sebagai ikon Desa (daerah), sehingga konsep one village one product bisa terjadi. Selain itu akan mudah mengawasi dan mempertanggungjawabkannya, baik pemberi maupun penerima. Sistem pembibitan juga bukan mainan proyek ordal (orang dalam), begitu juga pembagian yang selama ini terjadi.

Kembali ke laptop, eh food estate, kegagalan ini terjadi bisa jadi diawali dari ketidakpahaman bahkan ketidakpercayaan pada hadits Nabi Muhammad SAW: “Apabila suatu pekerjaan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah masa kehancurannya”.

Deretan proyek Food Estate dari era ke era Pemerintah Indonesia dianggap terus menuai kegagalan. Sehingga muncul pertanyaan: “Masih perlukah ekstensifikasi lahan pertanian untuk menggenjot produksi pangan nasional?”

Research Associate Center of Reform on Economics Indonesia, Dwi Andreas Santosa, mencatat setidaknya terdapat 4 proyek food estate yang gagal. Proyek food estate tersebut mayoritas berlokasi di Pulau Kalimantan. Menurutnya, kegagalan proyek tersebut disebabkan oleh pelanggaran 4 pilar akademis, yakni kelayakan tanah dan agroklimat, teknologi, infrastruktur, sosial dan ekonomi. Artinya keempat pilar ini harus ada dan sempurna sebelum proyek food estate bisa berjalan dan menguntungkan. Jika satu pilar tidak dijalankan dengan baik, maka jawabannya pasti gagal proyek food estate. Inilah salah satu jawaban mengapa proyek yang dilakukan selalu gagal.

Memang, gagal itu lumrah, tapi gagal dengan menggunakan uang negara itu kebangetan banget dan harus dipertanggungjawabkan. Gagal itu biasa, tapi tidak mengakui kegagalan itu sangatlah tidak dewasa. Terlebih kegagalan yang dibela dengan berbagai cara oleh “cheerleader” (pemandu sorak) politik itu adalah kedunguan mutlak. Dungu sih biasa, tapi mendungukan diri dan menjadi mutlak dungu ini bisa masuk keajaiban dunia ke-10.

Oya, daripada sibuk ngomentarin kegagalan Pemerintah yang tak diakui gagal, lebih baik menikmati durian Bangka, walau berduri tajam dan nun jauh di belantara, tapi rasanya manis lho. Lebih manis dari janji manis Caleg dan Capres. Aromanya wangi lho, tapi sayangnya tak bisa menutupi aroma busuk kecurangan Pemilu.

Ah, sudahlah! Pokoknya orang Bangka itu keren, gak perlu Food Estate Durian Bangka, tapi nyatanya buah durian “belambur” (berserakan). Kok bisa? Karena durian di Bangka tidak ada campur tangan Pemerintah, tidak pakai dana negara (rakyat), tapi semua orang Bangka bisa menikmati durian.

Salam Durian Bangka!!!

Kebun Tepi Sungai, 28/01/2024

====
Ahmadi Sofyan, Penikmat Durian Bangka yang banyak menghabiskan waktunya di kebun tanpa pohon durian. Ia banyak menulis buku dan opini diberbagai media cetak & online. Profesinya adalah pengangguran yang mengaku sebagai Petani, tapi tidak terbukti.