Cam Cam Buku Rimba & Pemilu

Spread the love

Oleh : AHMADI SOFYAN

PEMILU 2019, sepulang dari TPS, kepada isteri saya berceloteh: “Demokrasi kita sekarang ini bukan siapa yang memilih, tapi siapa yang menghitung”
======

ADA sebuah permainan tradisional masyarakat Melayu yang sangat terkenal. Bocah Gen Z dan Milenial mana tahu permainan tradisional yang penuh kesan dan kenangan ini. Permainan ini dilakukan banyak anak, yang membutuhkan ketelitian/kejelian (fokus), kekompakan (kebersamaan), sportivitas & rasa tanggungjawab. Umumnya permainan ini 10 – 20 orang dengan tebak-tebakan kerikil berada ditangan mana yang sebelah mana. Ada yang jadi Raja dan ada yang jadi penjaga. Saya suka dengan syair lagu dalam permainan ini: “Cam cam buku rimba, buah lalu di belakang, kusambut kusimpan, mata mejam dak melihat, gep gep sir pa…sir, gep gep sir pa…sir”.

Demokrasi Oligarki
PEMILU dalam negara demokrasi bukanlah permainan “cam-cam buku rimba”, yang mana kita rakyat sebelum dan setelah memilih main tebak-tebakan bahkan taruhan mana yang menang atau kalah. Pemilu adalah penentuan perjalanan bangsa ini 5 tahun kedepan yang tidak boleh dijadikan mainan apalagi permainan kaum elit (elite global).

Menjamurnya embaga-lembaga survey yang tak independen sebab sekaligus sebagai Timses, selalu berupaya menggiring opini rakyat bahwa memilih si A pasti menang dan memilih si B buang-buang suara. Akhirnya menggeser kedaulatan rakyat dalam memilih. Rakyat yang seharusnya memiliki kemerdekaan penuh, menjadi terjajah dalam pilihannya. Makanya di negeri ini, kaos (kaosnya dilempar pula), sembako, kalender, lembaran uang masih jadi alat ampuh menggeser kemerdekaan/kedaulatan rakyat. Debat Capres & Cawapres yang harusnya sebagai penguji kemampuan calon dalam mengetahui dan memberi solusi persoalan negeri ini seperti tidak berarti. Yang cupu dianggap suhu, yang cerdas dikatain culas.

Pemilu di alam demokrasi harusnya bukan sekedar memilih, tapi pasca memilih adalah kejelian dalam menghitung dan merekap suara. Sebab dalam demokrasi yang dikuasai oleh oligarki, dalam Pemilu itu bukan siapa yang memilih, tapi siapa yang menghitung. Makanya, bukan rahasia umum, dalam demokrasi oligarki sekarang ini, siapa Panitia Pemilunya, siapa Tim Penguji Pemilihan Panitia Pemilu (Tim Seleksi), Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Penghitung Suara, itu sudah ditentukan sejak awal jauh sebelum Pemilu berlangsung. Masing-masing ada bandarnya, ada networkingnya, ada Boss-nya, ada wadahnya. Orang-orang seperti anda (yang sehat nurani serta kritis) & saya, nggak bakalan bisa berada di wilayah sana, baik sebagai Tim Seleksi apalagi jadi Panitia atau Komisi ini Komisi itu, Badan ini Badan itu. Nggak percaya? Nggak apa-apa, cukup lihatin dengan jeli permainan “Cam-Cam Buku Rimba”, pasti percaya. Sebab kerikil ditangan sudah pasti terbaca.

Kok bisa? Ya bisalah, Pemilu di alam demokrasi sekarang ini seperti ajang permainan “cam-cam buku rimba” para kaum oligarki. Mereka memang fokus (teliti), tapi untuk keberlanjutan bisnis, mereka memang kompak, tapi kompak untuk mempertahankan kekuasaan bisnis mereka, mereka memang bertanggungjawab, tapi negara (rakyat) yang nanggung, Tim (suruhan) mereka yang jawab. Begitulah oligarki ber- “Cam-Cam Buku Rimba”. Sebab dalam Pemilu “Cam-Cam Buku Rimba” ini, kerikil ditangan siapa dan siapa pula yang menebaknya sudah ketahuan sebelum Pemilu berlangsung. Sebetulnya keberadaan Raja dan Penjaga tak penting, karena ada yang merajai sang Raja, apalagi cuma sekedar Penjaga. Sedangkan kita rakyat akhirnya cuma kebagian “gep gep sir pa sir… gep gep sir pa sir”. Nah lho….?!

Salam Demokrasi!!!

(Kebun Tepi Sungai, 28/01/2023)

=====
Ahmadi Sofyan, di Bangka Belitung populer dengan nama Atok Kulop. Telah menulis 80-an buku dan 1000 tulisannya dimuat diberbagai media cetak & online. Ia banyak menghabiskan waktunya di kebun tepi sungai.