Kemerdekaan Memilih & Memilih Merdeka

Spread the love

Oleh : AHMADI SOFYAN

KALAU memilih Caleg & Capres 5 tahun sekali di TPS saja masih tidak merdeka & berdaulat bersama nuranimu, bagaimana pula kau harus teriak bahwa kau adalah orang yang merdeka? Memilih di TPS saja masih dijajah (diatur). Payah….!!!
===========

MENURUT buku sejarah semasa sekolah, kurang lebih 350 tahun kita (Indonesia) dijajah. Kemerdekaan kita direnggut, kedaulatan tak ada, kebebasan susah diraih, hidup dalam ketakutan, aturan dan upeti (pajak) membuat rakyat tak bisa (boleh) kaya, kemakmuran hanya mimpi dan keadilan tak pernah menyapa rakyat jelata. Kalau tidak menjilat penjajah, jangan harap beras dan kebutuhan pokok bisa didapatkan dengan mudah. Kalau tidak jadi penjilat, maka bersiap untuk tidak pernah senang dalam kehidupan duniawi. Jangankan meraih kemakmuran dan keadilan sebagai manusia, pendidikan pun tak bisa diraih agar rakyat terus hidup dalam kebodohan. Untuk mendapatkan gula-gula, sembako, mainan dan baju yang layak, penjajah membuat permainan yang namanya panjat pinang. Digantunglah hadiah murah meriah beraneka ragam diatas batang pinang ditanah lapang. Lantas rakyat jelata tanpa baju berlomba-lomba memanjatnya dengan menginjak kawan dan melorotin lawan. Tak peduli menginjak kepala siapa, pundak kawan ataukah lawan, yang kuat dapat, yang lemah hanya dapat ngos-ngosan & tertawaan saja. Sungguh miris, terhina, memilukan sekaligus memalukan. Lalu penjajah Belanda bersama isteri & Noni-Noni Belanda bertopi indah, bertepuk tangan, tertawa girang melihat rakyat jelata berebutan dan saling menginjak antar sesama demi mendapatkan “gula-gula”.

Begitulah wajah suram dan hinanya rakyat kita dimasa penjajahan Belanda. Apakah pejabat ataukah pemimpin yang melempar kaos dari mobil, sembako yamg diperebutkan kepada rakyat hampir sama perilakunya dengan Belanda dan para tim-nya itu adalah wajah dari Noni-Noni & Centeng Belanda? Apakah mereka bangga melihat rakyat jelata terus terhina dengan Bansos yang tak seberapa dan tak berkesudahan. Parahnya Bansos bagian dari proyek yang tak boleh bertepi sehingga menjadi bagian dari menumpuk cuan segelintir orang ditengah kemiskinan dan keterhinaan rakyat. Anehnya pemimpin kita dan pengelola negara ini bangga dengan Bansos itu dan lebih parahnya rakyat kita mengagung-agungkan pemberian tersebut, padahal hak rakyat yang sesungguhnya lebih dari itu.

Memilih LEADER bukan DEALER
SEJAK tinggal di kebun tepi sungai, ratusan tamu, terutama kawan-kawan dari berbagai kampung datang nyambangi. Rata-rata musim Pemilu seperti ini, pertanyaannya adalah milih Caleg siapa, terutama Capres siapa? Saya pun rata-rata (tidak melulu) menjawab: “Kalau memilih Caleg & Capres 5 tahun sekali di TPS saja masih tidak merdeka & berdaulat bersama nuranimu, bagaimana pula kau harus teriak bahwa kau adalah orang yang merdeka? Memilih di TPS saja masih dijajah (diatur). Payah….!!!”.

Selanjutnya saya berikan gambaran tentang bagaimana sosok pemimpin bangsa dan anggota dewan, baik di daerah maupun di Pusat. Bagaimana kreteria yang mendekati sempurna dan mendekati harapan kita. Sebab mereka bukan Tuhan, tak mungkin mampu memenuhi segala keinginan dan harapan kita semua. Tapi setidaknya memilih dengan bekal keyakinan, pandangan sehat tentang negeri, kebutuhan bangsa, bukan karena sogokan, kesenangan sesaat, usia yang muda tapi tanpa isi kepala, bagaimana pemimpin Indonesia diantara pemimpin-pemimpin dunia agar tak memalukan, bagaimana pendidikannya, cara menyelesaikan masalah, ucapan dan matanya, gaya bicaranya bukan gaya jogetnya dan sebagainya. Sebab negeri ini butuh leader bukan dealer.

Alhamdulillah, saya sejak pertama kali ikut Pemilu tahun 1999 saat merantau di Kediri Jawa Timur. Diawal memilih saya sudah merdeka dalam memilih tanpa diatur oleh Partai A Partai B, apalagi Timses. Alhamdulillah sampai detik ini belum pernah ada yang antar sembako, antar sarung, antar kaos, apalagi antar duit agar memilih Caleg A si B, si C dan seterusnya, apalagi memilih Capres atau Cawapres, semua sesuai dengan kehendak hati dan keyakinan saya bahwa yang saya pilih saya yakini orang baik, pantas dan bisa memberikan keteladanan pada generasi berikutnya. Tak lupa juga soal trackrecord, pendidikan, wawasan kedaerahan/kebangsaan, ucapan, tingkah laku, pencerahan dan program yang dijanjikan. Sebab saya yakin, pilihan itu memiliki tanggungjawab bagi setiap pemilihnya, bukan sekedar memilih.

14 Februari 2024, setiap rakyat harus MERDEKA dalam memilih siapapun dari calon yang ditawarkan. Ingat! Tidak ada CCTV di TPS, jangan biarkan kemerdekaan memilihmu direnggut juga oleh mental-mental centeng “penjajah”. Siapapun yang anda iklankan, promosiin, kampanyekan, proyek pasang spanduk, baliho dan nyebarin kartu nama, kalender & contoh kertas suara, tapi kalau soal pilihan tetaplah harus berdaulat alias merdeka pada pilihanmu, itu baru demokrasi dan itu baru namanya rakyat Indonesia MERDEKA.

Oya, pilihlah Capres yang merdeka dari oligarki, merdeka dari kongsi dan kongkalikong bohir, apalagi mengangkangi konstitusi. Pun pilihlah Caleg yang merdeka dari kebodohan dan ketidakberdayaan saat jadi Anggota Dewan. Sebab terlalu banyak Anggota Dewan kita yang sudah duduk gak pernah bicara dan nggak ada isi kepalanya. Perlu bukti?? Ajak debat berbagai persoalan daerah dan solusinya.

Salam Merdeka!!!
Pondok Kebun, 27/01/2024

Ahmadi Sofyan, Penulis 80-an Buku dan Pemerhati Sosial Budaya. Banyak menghabiskan waktu di Kebun tepi Sungai dalam kesunyian.