Advokatnews – Setelah ditetapkan dalam paripurna akhir masa bakti DPR RI periode 2014-2019, akhir September lalu, Presiden Joko Widodo pada 2 Oktober 2019 telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam UU ini disebutkan, penyusunan Program Legislasi Nasional (prolegnas) dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah, ditetapkan untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Undang-Undang.
“Penyusunan dan penetapan Prolegnas jangka menengah dilakukan pada awal masa keanggotaan DPR sebagai Prolegnas untuk jangka waktu 5 (lima) tahun,” bunyi Pasal 20 ayat (3) UU ini.
Menurut UU ini, sebelum menyusun dan menetapkan Prolegnas jangka menengah, DPR, DPD, dan Pemerintah melakukan evaluasi terhadap Prolegnas jangka menengah masa keanggotaan DPR sebelumnya.
“Prolegnas jangka menengah sebagaimana dimaksud dapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan,” bunyi Pasal 20 ayat (5) UU ini.
Penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan Prolegnas jangka menengah, menurut UU ini, dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR, menurut UU ini, dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR khusus menangani bidang legislasi, dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat.
Sementra penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas mencakup: a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” bunyi Pasal 23 ayat (2) UU ini.
PP dan Perpres
UU ini juga mengatur bahwa perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Presiden,” bunyi Pasal 26 ayat (2) UU ini.
Adapun Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diajukan oleh Presiden, menurut UU ini, disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.
Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud, mnurut UU ini, menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait membentuk panitia antar kementerian danf atau antar nonkementerian.
Sementara Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden, menurut UU ini, dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Ditegaskan dalam UU ini, Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. Selain itu, Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.
“Menteri sebagaimana dimaksud pmengoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” bunyi Pasal 49 ayat (3) UU ini.
Sementara dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP_, menurut UU ini, pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian. Sedangkan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Demikian juga dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden, menurut UU ini, pemrakarsa membentuk panitia antarkementerian dan / atau antarnonkementerian. Sedangkan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Menurut UU ini, pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Sedangkan dalam hal Peraturan Perundang-undangan perlu diterjemahkan ke dalam bahasa asing, menurut UU ini, penerjemahannya dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Terjemahan sebagaimana dimaksud pada merupakan terjemahan resmi,” bunyi Pasal 91 ayat (2) UU ini.
Ditegaskan dalam UU ini, pada saat pembentukan kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan belum terbentuk, tugas dan fungsi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tetap dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
“Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, yang telah diundangka oleh Plt. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Tjahjo Kumolo, pada 4 Oktober 2019.(Set.Red)