JAKARTA, Advokat News – Dugaan kasus pemalsuan ijazah kembali mencuat, kali ini menyeret nama publik figur Pablo Putra Benua dan Rey (Rayie) Utami. Keduanya dilaporkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dan Politik (STIHP) Pelopor Bangsa ke Polres Metro Depok atas dugaan pelanggaran Pasal 263, 264, dan 266 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Laporan tersebut teregister dengan Nomor LP/B/1584/VIII/2025/SPKT/Polres Metro Depok/Polda Metro Jaya, tertanggal 29 Agustus 2025. Laporan dilayangkan setelah pihak kampus menemukan adanya penggunaan ijazah yang mengatasnamakan STIHP Pelopor Bangsa dalam proses sumpah advokat di Pengadilan Tinggi Bandung.
Kasus ini mencuat setelah Badan Pimpinan Pusat Perkumpulan Advocaten Indonesia (BPP PAI) mengirimkan surat kepada pihak kampus pada 14 Agustus 2025. Surat bernomor 006/DPP/PAI/VIII/2025 itu berisi permohonan verifikasi terhadap ijazah tiga orang, yakni Pablo Putra Benua, Rey Utami, dan Christopher Anggasastra, yang digunakan sebagai syarat mengikuti sumpah advokat.
Menindaklanjuti surat tersebut, STIHP Pelopor Bangsa melakukan pemeriksaan internal terhadap data akademik. Hasilnya, kampus menyatakan tidak pernah menerbitkan ijazah bagi ketiga nama yang dimaksud.
“Setelah dilakukan verifikasi, kami memastikan ijazah atas nama Pablo Putra Benua, Rey Utami, dan Christopher Anggasastra tidak pernah dikeluarkan oleh STIHP Pelopor Bangsa,” ujar Warek STIHP Pelopor Bangsa, DR (c) Tatang, S.E.,S.H.,M.H.,CPL.,CPM kepada awak media, Rabu (15/10/2025).
Tatang menyebut, ketiganya memang pernah terdaftar sebagai mahasiswa pada tahun 2023. Namun, karena tidak pernah aktif menjalani perkuliahan dan tidak memenuhi kewajiban akademik, mereka kemudian dikeluarkan dari daftar mahasiswa aktif.
Temuan tersebut kemudian dituangkan dalam Surat Keterangan Nomor 073/Akd/STIHP-PB/IX/2025 tertanggal 16 September 2025, yang dikirimkan ke organisasi PAI sebagai bentuk klarifikasi resmi.
“Laporan ke kepolisian dilakukan karena pihak kampus merasa dirugikan oleh penggunaan nama dan identitas institusi secara tidak sah. Namun, setelah laporan dibuat, pihak terlapor disebut berulang kali mencoba menghubungi kampus untuk melakukan musyawarah, tanpa ada pengakuan atau permintaan maaf,” lanjutnya.
Menariknya, dalam komunikasi tersebut, Pablo Benua disebut menyatakan dirinya merupakan lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Darul Ulum Lampung Timur tahun 2018. Klaim ini memunculkan pertanyaan baru.
“Jika benar telah lulus dari STIS Darul Ulum tahun 2018, mengapa yang bersangkutan mendaftar sumpah advokat menggunakan ijazah atas nama STIHP Pelopor Bangsa?” tambah Tatang.
Lebih lanjut, STIHP Pelopor Bangsa mengaku menemukan kejanggalan pada data di pangkalan Pendidikan Tinggi (Dikti). Berdasarkan penelusuran awal, nama Pablo Benua dan Rey Utami tidak tercantum sebagai lulusan STIS Darul Ulum Lampung Timur. Namun, data kelulusan mereka disebut baru muncul setelah laporan polisi dibuat dan menjelang pemeriksaan klarifikasi.
Kondisi ini, menurut pihak kampus, menimbulkan dugaan adanya praktik mafia pendidikan yang perlu diselidiki lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.
“Kami menilai ada upaya memutarbalikkan fakta dan membangun opini publik untuk menutupi dugaan tindak pidana pemalsuan ijazah,” tuturnya.
Pihak kampus menegaskan, langkah hukum yang diambil bukan untuk menyerang individu, melainkan demi menjaga kredibilitas lembaga pendidikan serta mencegah penyalahgunaan identitas institusi di masa depan.
“Publik berhak mendapatkan informasi yang benar agar tidak terjebak dalam opini yang menyesatkan,”