Sidang Lanjutan Perkara Pemalsuan Surat Kades Taman Rahayu Kembali Digelar

Facebooktwitterredditpinterestlinkedinmail

Advokatnews || Bekasi – Pengadilan Negeri Cikarang kembali menggelar sidang lanjutan perkara pemalsuan surat tanah yang menyeret Kepala Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu Abdul Wahid atau AW dan tiga pejabat pemerintahan desa lainnya pada Selasa (04/05/2021).

Sidang ketiga tersebut menghadirkan dua Aparatur Sipil Negara (ASN) yang juga mantan Camat Setu yakni Surya Wijaya dan Iman Santoso, Kepala Desa Tamansari Jahi Hidayat dan Kepala KUA Kecamatan Setu Zainal Arifin.

Dalam sidang itu disorot keberadaan buku letter c desa Tamansari yang tidak berada di arsip pemerintahan desa Tamansari.

Desa Taman Rahayu sendiri merupakan pemekaran dari Desa Tamansari sekitar tahun 1984.

Jahi Hidayat mengatakan sejak awal dirinya menjabat sebagai Kepala Desa pada tahun 2012, buku letter c tidak diserahkan oleh Mantan Kepala Desa Tamansari Alm Gedoy dalam serah terima jabatan.

“Sejak saya menjabat memang tidak diserahkan. Saya sudah tanyakan katanya hilang,” kata Jahi dalam persidangan.

Namun Faktanya, letter c itu ada ditangan Alm Gedoy dan disita oleh Kepolisian saat Alm Gedoy masih hidup. Diketahui Gedoy meninggal dunia pada 2018 lalu saat kasus itu berlangsung.

Kuasa Hukum AW, Taufik Hidayat Nasution menegaskan sidang ini membuka fakta, yakni buku letter c tidak berada di Pemdes Tamansari.

“Ini sangat-sangat mengejutkan, buku jantung desa ditangan kekuasaan mantan kades. Letter c itu buku jantung desa,” kata dia usai sidang.

Diketahui, buku letter c disita oleh Kepolisian sebagai alat bukti ditangan Alm Gedoy, “Ada hubungan apa Saudara Gunawan dan Almarhum Gedoy?,” tuturnya.

Seharusnya, kata dia, buku letter c gugur sebagai alat bukti, karena bukan diambil dari pemerintahan resmi.

Ia juga menegaskan bahwa opini pembebasan tanah seharga 16 milyar tidak benar. Opini tersebut mengarah kepada  penyebaran berita bohong, “Tidak ada uang ganti rugi, yang ada tanah diganti dengan tanah. Sesuai dengan UU no 41 tahun  2004 da peraturan pemerintah (PP),” kata dia.

AW kata dia, berinisiatif mewakafkan tanah itu ke desa untuk kepentingan umum pemakaman, ”Kalau kades itu dapat uang ganti rugi itu tidak benar, itu ditegaskan oleh Mantan Kepala KUA,” tutupnya.

(Gibran)

Facebooktwitterlinkedininstagramflickrfoursquaremail