Advokatnews || Banda Aceh – Hal ini disampaikan Oleh Nafis Manaf Salah seorang tokoh Aceh serta Pemerhati Kebijakan Politik Aceh, saat dikonfirmasi dikediaman Beliau di Abdya Senin 01/03/2021.
Masyarakat Aceh selalu disakiti jiwa dan perasaannya oleh Pemerintah pusat, Rakyat Aceh selalu mendapat tantangan dan hambatan dalam segala aspek kehidupannya, termasuk dalam menjalankan apa yang telah disepakati baik dalam MOU Helsingki dan komitmen Antara pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Aceh setelah Pasca perdamaian antara GAM di Aceh dengan Pemerintah Indonesia.
Hadirnya UU No 11 Tahun 2006 ( UU Pemerintahan Aceh ) pada dasarnya Rakyat Aceh telah merasa dihargai oleh Pemerintah pusat, tetapi masih saja menjadi kendala ketika menjalankannya antara lain seperti Pelaksanaan Pilkada yang telah termuat dalam UU tersebut 5 Tahun sekali tepatnya 2022 dan masih banyak lagi hal – hal yang belum terwujud sesuai harapan Rakyat Aceh pada pemerintah Pusat.
Janji – janji politik Pemerintah Pusat baik dimasa lalu maupun sekarang belum terlaksana seperti Pelabuhan Sabang, Terowongan Gurute,Tol Laut dan tol Aceh Medan dll yang belum terselesaikan sehingga membuat rakyat Aceh mengalami delematis dalam membangun kepercayaan terhadap Pemerintah Jakarta,
Kita bisa melakukan Napak tilas tahapan fase-fase sejarah perjuangan rakyat Aceh untuk mendapatkan keadilan sebagaimana diharapkan, hal ini tercatat dalam sejarah.
Sehingga perilaku Politik Rakyat Aceh pada Pemerintah Pusat semakin dilema. Dalam kontek sejarah masa lalu hampir Semua gerakan yang dilakukan oleh Rakyat Aceh pada dasarnya ingin mencari Keadilan dan kenyamanan dalam Berbangsa dan Bernegara.
Gerakan DI/TII ,dibawah kepemimpinan Tgk.Daod bere’eh yang ingin memperjuangkan Islam secara kaffah termasuk menuntut pemisahan Provinsi Aceh denga Sumatra Utara dan berbagai gerakan lainnya di Aceh semua berawal dari janji janji politik pemerintah pusat untuk rakyat Aceh yang tidak ditepati dengan ikhlas dan tuntas sehingga bermuara Kekecewaan yang mendalam seperti Hak-hak Keistimewaan Aceh, penghapusan Sabang sebagai pelabuhan bebas,
Padahal Sabang merupakan gerbang ekonomi rakyat Aceh dikala itu, Pembahagian Hasil Migas yang tidak berimbang,dan banyak janji janji politik kepemimpinan masa lalu yang mengakibatkan terjadinya kekecewaan rakyat Aceh dan pada akhirnya terjadi gejolak antara Aceh dan Jakarta.
Kalau dikaji kembali partisipasi Rakyat Aceh sangat luar biasa untuk pemerintah pusat dg memberi sumbangan kepada Negara dan pemerintah RI melalui Presiden Sukarno, rakyat Aceh mengutip sumbangan dalam bentuk harta dan benda demi menjaga pimpinannya berwibawa di mata dunia.
Rakyat Aceh bersama-sama membeli pesawat yang dinamakan Seulawah,ini tidak dilakukan oleh rakyat dipropinsi lainnya dikala itu, tidak hanya pesawat, konon rakyat Aceh menyumbang emas tidak hanya untuk Monas Jakarta termasuk melawan krisis ekonomi Indonesia di zamannya Pak Suharto.
Artinya bahwa Rakyat Aceh sangat mudah jika diajak Bersaudara, Berbangsa dan Bernegara, jangan lagi menyakiti dan meragukan rakyat Aceh dalam arti apapun sehingga rakyat Aceh lebih cepat beradaptasi dengan Pusat dan Pemerintah Aceh lebih cepat membangun ekonomi dan keterpurukan ekonomi dimasa mendatang.
Kalau Pemerintah Pusat sedikit mau membuka kaledioskop sejarah cikal bakal pesawat Garuda Indoneisa yang dimulai adanya pesawat pertama di Indonesia sekarang ini seharusnya Pemerintah Pusat harus menghargai Rakyat Aceh ( yang ber KTP Aceh ) untuk memberikan diskon ketika berpergian keseluruh Indonesia, termasuk ketika melaksanakan umrah setiap tahunnya, ini yang menjadi perhatian bersama terutama bagi pemangku kebijakan yang ada di Negeri ini (Muhammad Syahril)