Oleh : Haliza Khoirun Nisa — Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung
MENUMBUHKAN etos kepatuhan hukum sebagai fondasi keberlanjutan lingkungan pertambangan di Bangka Belitung menjadi kebutuhan mendesak yang harus mendapat perhatian serius dari seluruh lapisan masyarakat, khususnya kaum muda dan akademisi yang memiliki peran strategis dalam transformasi sosial.
Bangka Belitung selama ini dikenal sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam, khususnya timah, yang secara signifikan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Namun, kemakmuran yang dihasilkan dari sektor pertambangan ini tidak lepas dari efek samping yang serius terhadap kondisi lingkungan, mulai dari kerusakan habitat, pencemaran air dan tanah, hingga penurunan kualitas hidup masyarakat lokal akibat praktik pertambangan yang tidak memperhatikan perlindungan lingkungan.
Sejatinya, hukum lingkungan dan regulasi pertambangan menjadi instrumen utama untuk mengatur aktivitas eksploitasi sumber daya ini agar berjalan seimbang dan berkelanjutan. Namun, tanpa adanya kesadaran dan etos kepatuhan hukum yang kuat dari para pelaku, baik perusahaan tambang, pemerintah daerah, maupun masyarakat, aturan yang ada akan menjadi sekadar formalitas yang mudah diabaikan.
Dalam konteks ini, etos kepatuhan hukum harus dimaknai sebagai sebuah nilai budaya dan sikap tanggung jawab moral yang mendorong setiap orang untuk tidak melanggar aturan demi menjaga keberlangsungan ekosistem sekaligus menjamin kualitas hidup secara berkelanjutan.
Lingkungan dan hukum harus menjadi program utama yang dikampanyekan secara intensif kepada seluruh masyarakat di Bangka Belitung, khususnya generasi muda yang merupakan agen perubahan masa depan. Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan tidak hanya muncul dari paksaan aturan, melainkan harus dibangun dari nilai-nilai tentang keberlanjutan dan tanggung jawab sosial. Mahasiswa dengan kapasitas intelektual dan semangat kritisnya dapat berperan sebagai penggerak utama yang mengedukasi masyarakat bawah serta mendorong dialog konstruktif antara berbagai pemangku kepentingan.
Selain edukasi, peran pemerintah daerah menjadi sangat krusial dalam memperkuat sistem pengawasan dan penegakan hukum terkait aktivitas pertambangan. Kelemahan dalam pengawasan kerap menjadi celah terjadinya pelanggaran yang berujung pada kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah harus bergerak proaktif dengan memperkuat kapasitas aparat pengawas, mengimplementasikan teknologi pemantauan lingkungan yang mutakhir, serta menerapkan sanksi yang jelas dan tegas tanpa pandang bulu. Ini akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku usaha yang abai terhadap regulasi.
Tak kalah penting adalah pemberdayaan masyarakat lokal melalui pembentukan kelompok pengawas lingkungan atau lembaga swadaya masyarakat yang aktif mengawal kegiatan pertambangan.
Partisipasi aktif ini tidak saja akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap lingkungan, sehingga masyarakat tidak menjadi pihak yang pasif, melainkan menjadi pelaku utama dalam menjaga kelestarian alam di sekitar mereka. Dengan demikian, etos kepatuhan hukum tumbuh tidak hanya di level formal regulasi, tapi benar-benar berakar dalam kehidupan sosial.
Dampak positif dari terbentuknya etos kepatuhan hukum yang kuat adalah terciptanya pertambangan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Tidak hanya memberikan manfaat ekonomi jangka pendek, pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab akan menjaga kualitas lingkungan hidup, memperkecil risiko konflik sosial, dan menjaga keberlangsungan sumber daya untuk generasi mendatang. Pembangunan yang berkelanjutan ini menjadi bentuk nyata dari keadilan sosial dan ekologis yang diupayakan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bersama.
Kesimpulannya, menumbuhkan etos kepatuhan hukum menjadi investasi jangka panjang yang mustahil bisa diabaikan jika ingin mewujudkan masa depan Bangka Belitung yang hijau dan makmur. Ini adalah tugas kolektif yang membutuhkan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat. Mahasiswa sebagai intelektual muda harus menjadi penggerak perubahan dengan cara menyebarkan kesadaran dan mengawasi implementasi hukum sehingga pertambangan tidak hanya menjadi sumber ekonomi, tetapi juga simbol tanggung jawab sosial dan pelestarian lingkungan yang sesungguhnya.