Advokatnews|Banda Aceh-Ketua Humas Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Migas Aceh (LSM PMA), mendesak Komisi Pengawas Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) untuk mengevaluasi terhadap kinerja Kepala BPMA. Hal ini sesuai dengan tugasnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 huruf a dan b PP No. 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam minyak dan Gas Bumi di Aceh.
Tugas pengawasan dan penilaian Komisi Pengawas terhadap kinerja Kepala BPMA adalah bersifat mandatory wajib dilaksanakan, dengan demikian, jika Komisi Pengawas abai, maka dapat dikatakan mereka melanggar PP 23 Tahun 2015 dan akan menimbulkan sejumlah konsekuensi yuridis. Komisi III yang membidangani masalah keuangan, kekayaan alam dan investasi di Aceh, sesuai dengan fungsi dan tugasnya dapat meminta baik Komisi Pengawas maupun Kepala BPMA untuk menjelaskan pencapaian kinerja BPMA.
“Komisi III DPRA mempunyai kewenangan strategis dalam mengawasi dan mengevaluasi kinerja BPMA. Oleh karena itu LSM PMA mendesak Komisi III untuk menilai kinerja Komisi Pengawas BPMA,” ungkap Ketua Humas LSM PMA, Heri Safrijal,S.P, Sabtu (19/09/2020) di Banda Aceh
Dalam PP 23 tahun 2015, pasal 22, sebagaimana telah disinggung di atas, dijelaskan bahwa beberapa tugas dari komisi pengawas yakni melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan fungsi, melakukan penilaian atas kinerja dan memberikan masukan dan pendapat kepada Menteri dengan sepengetahuan Gubernur atas pelaksanaan tugas dan fungsi Kepala BPMA.
Kemudian, Lanjut Heri, dalam pasal 23 disebutkan bahwa komisi ini juga memiliki kewenangan untuk memberikan usulan kepada Menteri dan Gubernur terkait langkah-langkah yang harus diambil dalam penyempurnaan pengelolaan BPMA itu sendiri.
“Komisi Pengawas harus serius mengawasi dan mengevaluasi kinerja BPMA terkait pengelolaan. Ini menyangkut kewenangan yang dimiliki komisi pengawasan cukup besar,” ucap mantan Sekjen BEM Unsyiah ini.
Sambungnya, dalam UUPA Nomor 11 Tahun 2006 pasal 160 Ayat 1 Pemerintah Aceh kini memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan sumber daya migas bersama dengan Pemerintah Pusat, dalam Ayat 2 Pasal yang sama kemudian disebutkan bahwa untuk melakukan pengelolaan migas tersebut, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh dapat menunjuk atau membentuk suatu badan pelaksana yang ditetapkan bersama.
Kembali Heri menyampaikan, dalam konteks pengelolaan migas nasional, khususnya menyangkut kewenangan dan keterlibatan daerah, ketentuan dalam UUPA ini sejatinya merupakan salah satu buah hasil perjuangan Rakyat Aceh yang telah memakan waktu puluhan tahun dan merenggut ribuan korban jiwa.
“Pencapaian yang sangat berharga ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya secara arif dan bijaksana oleh Pemerintah dan DPR Aceh agar sumber daya migas yang ada di wilayah Aceh benar-benar memberikan manfaat dan kemakmuran yang nyata dan sebesar-besarnya bagi rakyat Aceh,” kata Ketua Humas LSM PMA
Sebutnya lagi, hal ini menjadi penting karena BPMA merupakan lembaga khusus yang dibentuk atas kekhususan yang dimiliki Aceh. Apabila pengelolaan migas ini dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka akan berdampak terhadap bertambahnya pendapatan asli daerah.
Heri menilai, selama ini BPMA terkesan jalan ditempat. Nyaris tidak terlihat hasil atas apa yang telah dikerjakan, menjadi bukti kongkret bahwa BPMA tidak sungguh-sungguh menjalankan tugasnya.
Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi, apabila BPMA selaku lembaga yang diberi kewenangan untuk mengatur pengelolaan migas di Aceh, benar-benar serius melaksanakan tugas dan fungsinya.
“Harapan kita tentu agar BPMA menjadi lembaga terbaik, dan mesti lebih baik dari lembaga-lembaga yang lain. Saya berharap ini segera direspon demi perbaikan di BPMA,” tutup Heri.(Zulfan)