Pangkalpinang, Advokatnews.com – KONTROVERSI di Lapas Narkotika Kelas II A Pangkalpinang seakan tak kunjung usai. Setelah sebelumnya ramai diberitakan adanya praktik penggunaan alat komunikasi seperti ponsel oleh narapidana dengan membayar sejumlah uang kepada oknum petugas, kini muncul isu baru yang mengguncang stabilitas internal lembaga tersebut.
Kali ini, perhatian tertuju pada seorang oknum pegawai berinisial Pwd, yang diduga terlibat dalam perilaku amoral yang tidak sesuai norma (LGBT). Dugaan ini tidak hanya menimbulkan keresahan di kalangan warga binaan, tetapi juga mencoreng citra lembaga pemasyarakatan sebagai institusi pembinaan dan rehabilitasi.
Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan bahwa dugaan perilaku tersebut terungkap melalui pengakuan salah satu istri warga binaan. Ia mengungkapkan bahwa suaminya terlibat hubungan sesama jenis dengan oknum pegawai tersebut. Pengakuan ini memicu konflik yang tidak hanya meresahkan warga binaan, tetapi juga mengganggu keharmonisan rumah tangga mereka.
Insiden ini menjadi perhatian luas masyarakat dan dianggap sebagai “kado akhir tahun” yang mengecewakan bagi Lapas Narkotika Kelas II A Pangkalpinang. Berbagai pihak mempertanyakan efektivitas pengawasan dan pembinaan moral yang dilakukan oleh pihak lapas.
Sebagai institusi yang bertanggung jawab membina narapidana, kasus ini menjadi momen refleksi bagi manajemen lapas untuk memperbaiki sistem pengawasan internal. Publik mendesak adanya tindakan tegas terhadap Pwd serta langkah transparan dalam penyelesaian kasus ini demi mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Jika masalah ini tidak segera ditangani, bukan hanya citra Lapas Narkotika Pangkalpinang yang terancam, tetapi juga kepercayaan publik terhadap sistem pemasyarakatan di Indonesia. Tindakan cepat, tegas, dan terukur sangat diperlukan untuk meredakan keresahan di dalam dan luar lingkungan lapas.
Sorotan dari LSM TOPAN-RI Bangka Belitung
Ketua LSM TOPAN-RI Bangka Belitung, Muhamad Zen, S.IP.P, turut menyoroti masalah ini. Ia menyatakan bahwa jika informasi tersebut benar, maka Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian IMPAS) Republik Indonesia harus segera mengambil tindakan tegas terhadap oknum pegawai tersebut.
“Laporan yang kami terima menyebutkan bahwa oknum pegawai berinisial Pwd diduga telah beberapa kali melakukan hubungan sesama jenis dengan para narapidana di lapas. Ini mencoreng nama baik institusi pemasyarakatan dan menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi pembinaan warga binaan,” tegas Zen.
Zen menambahkan bahwa perilaku seperti ini adalah penyakit moral yang harus segera ditangani. “Jika dibiarkan, kami khawatir hal ini akan menular ke pihak lain,” ujarnya.
LSM tersebut juga menyerukan agar Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian IMPAS) Republik Indonesia segera mengirimkan tim investigasi independen untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. Selain itu, diperlukan langkah preventif untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang.
“Kami akan menyurati pihak Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (IMPAS),” tegas Zen.
Masyarakat menuntut transparansi dalam penanganan kasus ini. Mereka berharap Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan dapat memberikan jaminan bahwa oknum yang terbukti melanggar kode etik dan norma moral akan diberi sanksi tegas sesuai peraturan yang berlaku.
“Jika pihak terkait lamban menangani kasus ini, kami khawatir akan ada dampak negatif yang lebih luas, baik terhadap moral warga binaan maupun terhadap kepercayaan publik terhadap sistem pemasyarakatan,” lanjut Zen.
Publik kini menunggu langkah konkret dari pihak berwenang untuk menjaga nama baik institusi, menciptakan lingkungan lapas yang aman, serta mencegah kerusakan moral di lembaga pemasyarakatan.
Hingga berita ini ditayangkan, KA.Lapas Narkotika Pangkalpinang dan pihak terkait lainnya masih diupayakan untuk dikonfirmasi@red.