Ketentuan Hukum Tentang Gadai dan Implikasinya Terhadap Perlindungan Debitur

Spread the love

 

Oleh: Haliza Khoirun Nisa
Mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung

GADAI sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 hingga Pasal 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) merupakan perjanjian ketika debitur menyerahkan benda bergerak kepada kreditur sebagai jaminan pelunasan utang. Dengan penyerahan fisik tersebut, kreditur memegang hak preferen untuk mendahulukan pelunasan utang melalui penjualan barang jaminan apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya.

Salah satu karakter utama gadai ialah sifatnya yang aksesoir, yakni keberadaannya selalu mengikuti utang pokok dan tidak dapat berdiri sendiri. Keabsahan gadai juga bergantung pada penyerahan barang kepada kreditur atau pihak ketiga yang ditunjuk, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1152 KUH Perdata. Jika barang masih berada di bawah kekuasaan debitur, maka gadai dianggap tidak sah. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi kreditur agar eksekusi jaminan dapat dilakukan bila terjadi wanprestasi.

Namun, hukum tidak semata-mata melindungi kreditur. Perlindungan terhadap debitur juga menjadi bagian penting dalam pengaturan gadai. Proses lelang barang jaminan wajib dilakukan secara transparan dan sesuai harga pasar agar debitur tidak dirugikan. Selisih hasil lelang yang melebihi nilai utang wajib dikembalikan kepada debitur. Debitur pun memiliki hak menuntut ganti rugi jika terjadi kelalaian atau penyalahgunaan oleh kreditur selama masa penguasaan barang jaminan.

Selain itu, biaya pelelangan dan penyimpanan barang harus dibebankan secara wajar dan didahulukan dari hasil penjualan, sehingga tidak menimbulkan beban berlebih kepada debitur. Dalam praktiknya, lembaga pergadaian juga menerapkan regulasi tambahan seperti pengamanan barang yang diasuransikan untuk mengantisipasi kerusakan atau kehilangan.

Dari aspek sifat hukum, gadai memiliki karakteristik penting seperti hak individual, bersifat menyeluruh, melekat pada benda (droit de suite), dan memberikan hak mendahului kreditur lain (droit de preference). Karakter-karakter ini menegaskan posisi hukum kreditur, sekaligus mengharuskan adanya mekanisme perlindungan yang proporsional terhadap debitur.

Implikasinya, ketentuan hukum berupaya menyeimbangkan kepentingan kedua belah pihak melalui kejelasan perjanjian, transparansi eksekusi, serta penyediaan mekanisme penyelesaian sengketa. Hukum gadai di Indonesia tidak hanya mengatur teknis pelaksanaan jaminan, tetapi juga memberikan perlindungan eksplisit bagi debitur agar hak-haknya tidak dilanggar dan barang miliknya tidak disalahgunakan.

Rekomendasi Penguatan Perlindungan Debitur

Penulis mengusulkan beberapa langkah untuk memperkuat perlindungan debitur dalam praktik gadai di Indonesia:

1. Peningkatan literasi hukum masyarakat, terutama terkait hak dan kewajiban dalam perjanjian gadai.

2. Pengawasan ketat terhadap pelaksanaan lelang agar tidak terjadi penyalahgunaan atau ketidakberpihakan.

3. Pembaruan regulasi, termasuk pemanfaatan teknologi digital untuk memantau proses eksekusi secara transparan.

4. Fasilitas mediasi bagi debitur yang mengalami keterlambatan pembayaran agar penyelesaian dapat ditempuh tanpa harus langsung masuk tahap lelang.

 

Melalui pengaturan yang seimbang, hukum gadai menjadi instrumen penting yang memadukan kepastian hukum, perlindungan konsumen, dan keadilan bagi kreditur maupun debitur.