Advokatnews|Sumatera Utara, 06 Juli 2020 : Pimpinan Cabang Kabupaten Samosir LSM Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (KCBI) merasa prihatin terhadap masalah lingkungan hidup di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Kasus yang sangat menarik dan telah berlarut – larut adalah kasus pembuangan sampah di hutan lindung dan kasus pertambnangan batuan di pulau Samosir.
“Kami telah menyampaikan laporan tersebut ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan nomor surat : 001/lap-Info/PC.KS/VII/2020, tanggal 06 Juli 2020. Kami ingin kegiatan tersebut dihentikan, dan mengembalikan kondisi lahan seperti semula, dan kami berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera mengagendakan keseriusannya untuk turun langsung mencegah keberlanjutan kerusakan lingkungan,” sebut ketua LSM KCBI Kab. Samosir, Panal H Limbong, SH.,CPL,.
Menurutnya, kasus tersebut dilaporkan ke KLHK, karena tidak ada keseriusan Pemkab. Samosir, untuk menjaga kelestarian lingkungan. “Kalau pemerintah daerah telah memungut retribusi sampah lalu membuang sampah di Kawasan hutan lindung, dan pemerintah daerah memberikan izin pertambangan batuan untuk memenuhi kebutuhan material proyek di kawasan Kabupaten Samosir, apakah mereka masih peduli lingkungan hidup? Hal inilah yang membuat kami untuk memilih menyampaikan laporan ke Kementerian Lingkungan Hidup, sebut Panal Limbong.
Selain menyampaikan laporan ke Kementerian Lingkungan Hidup, LSM KCBI juga meminta Mabes Polri dan Kejagung, untuk terlibat dalam penanganan kasus lingkungan di Pulau Samosir yang kita cintai. Halitu kami minta berhubung adanya pungutan retribusi sampah sebesar Rp.7.000,- namun sampah dibuang di Kawasan hutan lindung, dan adanya dugaan penyalahgunaan jabatan dan wewenang terkait perizinan pertambangan batuan dan perizinan pembuangan sampah pada hutan lindung.
Panal menerangkan, Kehadiran usaha tambang batu galian C di Pulau Samosir dikawasan Geopark Kaldera Toba (GKT) yang dikerjakan oleh CV. Pembangunan Nadajaya dengan Titik Koordinat LU : 02̊ 33’ 31”, BT : 98̊ 54’ 68” di Desa Silimalombu kecamatan Onan Runggu sangat janggal karena Kabupaten Samosir sendiri belum merupakan termasuk dalam wilayah ijin usaha pertambangan dan masih zona putih dari pertambangan sampai sekarang. Bahwa lokasi kegiatan Eksploitasi/Penambangan merupakan wilayah sempadan Danau Toba karena berbatasan langsung dengan tepi danau yang ditetapkan sebagai kawasan pelindung danau dan sesuai dengan arahan zonasi bahwa lokasi kegiatan ditetapkan sebagai zonasi untuk kawasan budi daya yang merupakan kawasan peruntukan perkebunan. Maka dengan kehadiran pertambangan galian C oleh CV. Pembangunan Nadajaya di Desa Silimalombu kabupaten Samosir sudah merusak ekosistem lingkungan dan sangat bertentangan dengan peraturan dan program Geopark Kaldera Toba (GKT). Dan saat ini pantauan kami, sudah terjadi longsor dinding danau Toba.
Kasus lingkungan lain yang kami laporkan adalah kasus pembuangan sampah di hutan lindung yang meresahkan masyarakat, padahal masyarakat dipungut retribusi sampah sebesar Rp.7.000,- namun sampah dibuang di Kawasan hutan lindung, dan kami telah menerima surat pernyataan keberatan masyarakat Desa Ronggur Nihuta Dusun III Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir, terkait aktifitas Truk sampah yang hilir mudik lewat setiap harinya membuang sampah di kawasan Hutan Lindung sesuai dengan SK Meteri Kehutanan RI NO.579 Tahun 2014 dengan Titik Koordinat LU : 02̊ 36’ 54”, BT : 98̊ 50’ 43”. Lokasi tersebut adalah kawasan Hutan Lindung yang ditandai dengan tulisan pada plang pemberitahuan KAWASAN HUTAN LINDUNG dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Namun lokasi kawasan hutan lindung tersebut telah disalah gunakan dan dipergunakan Pemerintah Daerah Kab. Samosir menjadi LOKASI PEMBUANGAN SAMPAH.
Dampak akibat aktivitas pembuangan sampah ini adalah rusaknya lingkungan hutan lindung dan ini merupakan menjadi masalah besar bagi Masyarakat Samosir. (Edison P Sagala)