Jakarta, Advokatnews.com – SEKRETARIS Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap terkait Harun Masiku. Penetapan ini diumumkan oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers pada Selasa (24/12/2024).
“Dengan uraian penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka HK (Hasto Kristiyanto) bersama-sama Harun Masiku dan kawan-kawan berupa pemberian suatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Periode 2017-2022,” jelas Setyo.
Penetapan Hasto sebagai tersangka dituangkan dalam Surat Penyidikan (Sprindik) nomor Sprindik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024. Kronologi penyidikan KPK menunjukkan keterlibatan Hasto dalam sejumlah manuver politik dan hukum untuk memastikan Harun Masiku menduduki kursi DPR RI.
Peran Hasto dalam Kasus Harun Masiku
Keterlibatan Hasto bermula dari upayanya untuk memenangkan Harun Masiku, caleg PDIP dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I, yang hanya meraih 5.878 suara pada Pemilu Legislatif 2019. Posisi Harun seharusnya digantikan oleh Riezky Aprilia yang memperoleh 44.402 suara, sesuai aturan perolehan suara terbanyak.
Namun, Hasto mengambil sejumlah langkah untuk mengamankan posisi Harun. Ia mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA) pada 24 Juni 2019, disusul dengan surat bernomor 2576/ex.dpp/viii/2019 tanggal 5 Agustus 2019 yang meminta pelaksanaan putusan tersebut. Saat KPU menolak menjalankan putusan MA, Hasto bahkan meminta fatwa resmi kepada MA.
Upaya hukum ini diiringi dengan tekanan langsung kepada Riezky Aprilia. Hasto disebut memerintahkan Saeful Bahri untuk menemui Riezky di Singapura dan meminta agar ia mengundurkan diri, namun permintaan itu ditolak. Tak berhenti di situ, surat pelantikan DPR RI atas nama Riezky juga sempat ditahan oleh Hasto demi mendesaknya mundur setelah dilantik.
Jejak Harta Kekayaan Hasto
Dalam laporan harta kekayaan yang tercatat di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Hasto terakhir melaporkan asetnya pada 22 Desember 2003, saat ia menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2004-2009. Pada laporan itu, total kekayaan Hasto tercatat sebesar Rp 1,19 miliar.
Meski telah meniti karier politik hingga menjadi salah satu tokoh sentral PDIP, Hasto tidak memperbarui laporan kekayaannya hingga kini. Ketiadaan data terbaru menimbulkan tanda tanya terkait perkembangan asetnya selama dua dekade terakhir.
KPK: Bukti dan Ekspose Kasus
KPK menjelaskan bahwa gelar perkara atau ekspose kasus ini dilakukan pada 20 Desember 2024. Dalam kasus ini, Hasto diduga berperan aktif bersama Harun Masiku dan sejumlah pihak lainnya, termasuk Saeful Bahri sebagai pemberi suap, serta Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio sebagai penerima.
Keterlibatan Hasto semakin jelas melalui pengumpulan bukti dan keterangan saksi. Langkah-langkah politik yang ia tempuh, baik melalui pengadilan maupun tekanan langsung, menunjukkan intensi yang terkoordinasi untuk memuluskan Harun Masiku ke parlemen.
Penetapan Hasto sebagai tersangka menjadi babak baru dalam penyelidikan KPK terhadap kasus suap Harun Masiku yang telah menyeret sejumlah nama besar.
Publik kini menanti proses hukum lebih lanjut, termasuk kemungkinan pengungkapan peran pihak lain dalam pusaran kasus yang mencoreng wajah politik tanah air ini. (Zen Adebi)