Bansos, Kegagalan Negara & Penyelewengan Politik

Facebooktwitterredditpinterestlinkedinmail

Oleh : AHMADI SOFYAN

KEPEMIMPINAN mendatang (Pemilu 2024) APBN tidak hanya untuk bantuan sosial, namun juga pemberdayaan yang lebih efektif serta berjangka panjang. Memberikan harapan kepada masyarakat, bukan sekedar makan, apalagi janji makan siang gratis.
=======

NEGARA memiliki kewajiban memenuhi hak-hak kesejahteraan hidup warganya, termasuk salah satunya adalah pemberian bantuan sosial (bansos). Eksistensi negara di dalam perekonomian dan kehidupan sosial sangat erat hubungannya dan sekaligus merupakan bentuk tanggung jawab untuk memberikan jaminan dan pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat, terutama pada saat adanya guncangan-guncangan ekonomi, seperti Covid 19 atau bencana.

Bansos & Pemberdayaan Masyarakat
PEMBERIAN bantuan sosial (bansos) secara terus menerus sama saja melestarikan kemiskinan. Sehingga, sudah semestinya bansos dikurangi namun harus berbanding lurus dengan peningkatan pemberdayaan kapasitas sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pemberdayaan pemanfaatan lahan serta menciptakan anak-anak muda kreatif dalam agrowisata, peternakan, budi daya dan lain sebagainya adalah langkah pemberdayaan yang jauh lebih menjanjikan ketimbang melulu Bansos.

Bumi Indonesia masih sangat luas untuk dikelola guna mensejahterakan rakyatnya. Hanya saja lahan-lahan yang ada dan potensial dimiliki oleh Perusahaan-Perusahaan besar, sehingga rakyat tak memiliki sebidang tanah pun di negerinya sendiri. Padahal lagu kebangsaan kita: “Indonesia tanah airku”, tapi nyatanya tanah tak punya, air terpaksa membeli. Ini membuktikan betapa negara gagal menjadikan rakyat sebagai tuan di kampungnya, justru rakyat dijadikan “babu” (jongos) para pengusaha-pengusaha besar yang menguasai lahan ratusan, ribuan bahkan mungkin jutaan hektar. Lantas rakyat yang jauh dari kesejahteraan itu, dirasa sudah cukup dengan Bansos. Padahal hidup bukan sekedar makan, berak dan tidur. Tapi ia butuh ketengan & kenyamanan bathin serta status kehidupan yang harus lebih baik dari sebelumnya.

Penting bagi Pemerintah untuk evaluasi, bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di kepemimpinan mendatang (hasil Pemilu 2024) tidak hanya untuk bantuan sosial, namun juga pemberdayaan yang lebih efektif serta berjangka panjang. Memberikan harapan kepada masyarakat, bukan sekedar makan, apalagi janji makan siang Capres yang makin nggak jelas.

Penyelewengan Dana & Politik
PROGRM bansos bukanlah hal baru di Indonesia. Sesuai dengan mandat konstitusi, negara hadir dalam wujud program karitatif berbentuk bansos, sebagai bagian dari skema perlindungan sosial. Meski demikian, sifat bansos yang langsung memberi dampak pada pemenuhan kebutuhan masyarakat sangat rentan dikorupsi dan dipolitisasi.

Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menemukan bahwa masih banyak bantuan sosial yang salah sasaran dan disalurkan ke mereka yang tidak berhak. Kesalahan sasaran penyaluran ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp 523 miliar setiap bulannya.

Tak dipungkiri, menjelang pemilihan umum seperti sekarang ini, program bantuan sosial kerap dikaitkan sebagai komoditas elektoral. Hal ini tidak terlepas dari temuan sejumlah bansos yang memuat pesan atau gambar pasangan calon tertentu, terutama Capres.

Sial banget, bansos kerap kali dipakai menjadi lahan manipulasi dan alat tunggangan untuk memengaruhi pilihan politik karena sifatnya yang langsung mengena kepada penerimanya. Hal ini membuat bantuan negara tersebut dapat dialihkan penyebutannya sebagai bantuan personal. Sekali lagi Bansos itu adalah BANTUAN NEGARA bukan BANTUAN PERSONAL, sebab menggunakan duit rakyat untuk rakyat. Jadi bansos tidak boleh disebut bantuan dari personal si A si B dan si C. Kita saksikan kebodohan beberapa pejabat negara dan oknum-oknum penjilat para Capres membodoh-bodohi masyarakat dengan menyebut-nyebut bantuan personal atas bansos. Semoga kebodohan seperti ini tidak terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya (kalau dinasti kepemimpinan berubah).

Akhirnya, nilai bansos tidak lebih sebagai upaya negara mengikat warganya dalam ikatan pamrih dan kepentingan yang rawan penyelewengan politik. Pasti….!!!

Salam Bansos!!!

(Kebun Tepi Sungai, 30/01/2024)
===

AHMADI SOFYAN, bukan penerima Bansos walau hidup di kebun tepi sungai. Telah menulis lebih dari 80-an buku & 1.000 opini di media cetak & online. Di Bangka Belitung ia akrab dikenal dengan panggilan Atok Kulop.

Facebooktwitterlinkedininstagramflickrfoursquaremail