Advokatnews|Jakarta – Jabatan Fungsional (JF) Penyuluh Hukum diharapkan mengambil peran strategis melakukan kegiatan penyuluhan hukum yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme di tengah masyarakat. Minggu, (12/07/2020).
Hal tersebut disampaikan Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI, Prof R Benny Riyanto, pada kemarin Kamis (9/7) dalam seminar bertema “Strategi Mencegah dan Menanggulangi Paham Radikalisme dan Terorisme di Indonesia” secara virtual.
“Penyuluh Hukum nantinya diharapkan dapat ikut berperan secara aktif dalam mewujudkan penanggulangan terorisme dan radikalisme melalui kegiatan penyuluhan hukum di masyarakat,” kata Kepala BPHN.
Sebagai negara yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, ras, dan budaya. Namun, dikarenakan ulah oknum yang tidak bertanggungjawab, sikap intoleransi ini tumbuh di tengah masyarakat dan menyebabkan stabilitas keamanan dan ketertiban bangsa dan negara terganggu. Dari kondisi tersebut, paham radikalisme dan terorisme kemudian tumbuh subur di negeri tercinta ini.
Radikalisme merupakan ideologi, gagasan, atau paham yang menginginkan perubahan pada sistem sosial dan politik dalam tempo singkat dengan menggunakan kekerasan. Radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme karena kelompok radikal dapat melakukan cara apapun agar keinginannya tercapai, termasuk meneror pihak yang tidak sepaham dengan mereka. Radikalisme merupakan embrio lahirnya terorisme.
“Terorisme merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan dikategorikan pula sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) perbuatan atau ancaman kekerasan sehingga timbul suasana teror dan rasa takut yang meluas,” kata Kepala BPHN.
Dalam webinar pagi hingga siang hari tersebut, Kepala BPHN mengatakan agar JF Penyuluh Hukum turut membantu upaya pencegahan dan penyadaran kembali terhadap orang atau kelompok yang telah tersangkut tindak terorisme maupun yang potensial melakukan tindakan terorisme. Peran aktif ini juga merupakan sinergi antar institusi pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam mewujudkan salah satu tugas dan fungsi BNPT, yakni upaya deradikalisasi.
“Penyuluh Hukum diharapkan memahami hal-hal apa saja yang perlu disampaikan kepada masyarakat bahkan pelaku dan keluarga pelaku sebagaimana UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU,” kata Kepala BPHN.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penyuluhan dan Bantuan Hukum Kartiko Nurintias mengatakan bahwa pengetahuan mengenai penanggulangan terorisme penting dalam membangun budaya hukum dan taat hukum di masyarakat. Sebab, terorisme masih tumbuh subur dan membahayakan kondisi keamanan negara. Kondisi seperti ini jangan sampai dibiarkan karena khawatir semakin meluas kepada masyarakat yang belum terpapar radikalisme dan terorisme.
“Penyuluh Hukum merupakan garda terdepan dalam pembangunan budaya hukum tentu harus mempunyai dan memahami bagaimana dalam upaya penanggulangan terhadap masyarakat agar tidak masuk ke dalam lingkaran terorisme,” kata Kapusluhbankum.
Oleh karena itu, salah satu langkah nyata BPHN selaku instansi pembina JF Penyuluh Hukum di seluruh Indonesia, menghadirkan narasumber yang mumpuni untuk memberikan ilmunya terkait radikalisme dan terorisme. Dalam webinar pagi hingga siang hari ini, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum membawakan paparan berjudul “Strategi Penanggulangan Terorisme dalam Perspektif Politik Kriminal”.
“Tindakan terorisme bukanlah pemahaman yang benar dan diharapkan dapat mengembalikan kembali kepada pemahaman yang benar bagi yang telah masuk ke dalam lingkaran terorisme,” pungkas Kapusluhbankum. (Red).